Gowa, MitraSulawesi.id– Dinamika yang mengiringi pelaksanaan Pileg dan Pilpres lalu, cukup memiriskan hati. Bagaimana tidak, tahapan Pemilu yang semakin hari semakin dekat kala itu diwarnai pergerakan para aktor yang justeru tidak menampilkan praktek politik yang baik. Mereka justeru saling mencela, bukan saling berdebat kritis membangun ide, gagasan dan narasi konstruktif demi kemaslahatan rakyat, tapi sibuk membangun citra dengan berbagai cara apapun, termasuk politik uang.
Jika dicermati, praktek ini sama sekali bertentangan dengan akal sehat kita. Pendapat itu dikemukakan Juanto Avol, Komisioner Bawaslu Gowa, Devisi Pengawasan Humas dan Hubungan antar Lembaga (PHL), disela Workshop Eksaminasi UU Pemilu dan UU Pilkada, Hotel Horison, Makassar, (28/10).
Avol, sapaannya, mengatakan, kualitas Pemilu lalu 2018-2019 tidak diukur dari terpilihnya Legislator, Presiden dan Wakil Presiden untuk lima tahun mendatang. Namun kualitasnya dilihat dari apakah Pemilu lalu itu mampu memberikan pendidikan politik dan wawasan demokrasi yang berorientasi pada kesejahteraan bagi rakyat Indonesia atau justeru sebaliknya.
“Standar ukuran mutu Pemilu lalu, bukan pada suksesnya rakyat memilih Legislator, Presiden dan Wakil Presiden saja, melainkan soal mampukah aktor dan elit politik mengedukasi rakyat dengan cara-cara yang sehat, yang didorong dalam proses demokrasi itu”, ungkap Avol.
Untuk mencapai kualitas Pilkada 2020 kedepan, Juanto Avol menghimbau agar para aktor dan elit politik di Sulsel, terkhusus di Gowa, mulai saat ini sebaiknya mempraktekkan politik akal sehat dan belajar dari pengalaman Pemilu lalu.
Menurutnya, politik akal sehat adalah praktek politik yang sesuai akal sehat kita, bukan sebaliknya. “Politik saling mencela, caci maki, pokitisasi agama atau mencitrakan diri secara berlebihan sama sekali tak dijangkau akal sehat manusia dan hanya menjadi panutan buruk bagi warga”, terangnya.
Avol menambahkan, para aktor politik lokal harus memberikan contoh yang baik dalam praktek politik, sebab bila contoh negatif yang ditampilkan, rakyat dibawah pun akan menirunya dalam praktek politik yang merusak mereka lakoni.
“Money politic yang sering dipraktekkan elit politik kita dalam Pilkada atau pemilu ternyata ditiru rakyat bawah dalam pemilihan Kepala Desa. Pemilihan Kepala Desa pada beberapa Desa di Sulsel dijalankan dengan praktek politik uang oleh kandidat tertentu adalah prilaku buruk dan akan berdampak buruk”, tegas Avol.
Fakta demikian akan memperburuk demokrasi ditingkat lokal. Karena itu, memperaktekkan atau mengembangkan politik akal sehat, menurut Avol, sangat penting ditunaikan agar kualitas demokrasi yang terbangun benar-benar memberi makna bagi seluruh warga dan komponen masyarakat di Gowa(*).
Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.