Kisah Barsalina Membangun Desa Diperbatasan

oleh -
oleh
Kepala Kampung Toray, Merauke, Papua, Barsalina Dida

Sosok, MitraSulawesi.id–“Kemajuan itu berawal dari keresahan”. Ya, keresahan Barsalina Dida (42) yang mendorongnya untuk meningkatkan potensi ibu-ibu yang ada di Kampung Toray, Merauke, Papua, guna menopang kesejahteraan masyarakat desa.

Ia menilai, Kampung Toray memiliki sumber daya alam yang melimpah, hanya saja kualitas sumber daya manusianya yang masih rendah. Hal itu ia ungkapkan saat ia berbicara dalam konferensi internasional pembangunan berkelanjutan desa-desa di perbatasan antarnegara di kupang, Sabtu, 14 Januari 2023.

Barsalina Dida saat berbicara dalam konferensi internasional pembangunan berkelanjutan desa-desa di perbatasan antarnegara di kupang, Sabtu, 14 Januari 2023.

Barsalina bersama tiga kepala desa perbatasan lain tampil mewakili 74.961 kepala desa di Indonesia. Acara itu diselenggarakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

Ibu dari 6 anak ini menjadi Kepala Kampung (Desa) Toray sejak 2018. Sebelumnya, ia guru pendidikan anak usia dini (PAUD) di Kampung Toray, Kecamatan Sota, Kabupaten Merauke, Papua. Kampung Toray berbatasan dengan Desa Sowan dan Golea di Papua Niugini (PNG).

”Malam menjelang pemilihan kepala kampung esok pagi, saya didatangi lima mama. Mereka minta saya maju menjadi calon. Sudah ada dua calon, semuanya kaum pria. Lalu, saya terpilih,” kata Barsalina.

Perempuan lulusan sarjana pendidikan ini mengatakan, kebanyakan pria di desa itu tidak mau sekolah. Mereka lebih suka berburu babi hutan, kanguru, rusa, dan menangkap ikan air tawar di Sungai Maro, salah satu sungai besar di perbatasan Indonesia dan PNG.

”Sumber daya alam melimpah, memanjakan mereka,” kata Barsalina.

Di sisi lain, kaum perempuan gampang dibina untuk maju. Mereka bersedia melakukan apa saja asal sesuai keterampilan yang mereka miliki. Kebanyakan diantara mereka yang berusia lebih dari 40 tahun dan hanya lulus sekolah dasar, bahkan ada yang tidak lulus SD.

Menurut Barsalina, membina ibu-ibu Toray secara tidak langsung berdampak pada keluarga. Mereka mempunyai peran ganda, yakni menafkahi keluarga sekaligus mendidik anak.

Baca Juga:  Kisah Mahasiswa Pasca UM Sidrap Raih Prestasi di Tingkat Nasional

Barsalina melakukan pertemuan rutin dengan sekitar 300 ibu-ibu dari desa itu, setiap hari Jumat. Dia memberi pemahaman kepada kaum perempuan dalam bahasa daerah.

“Dengan luas wilayah 52.000 hektar, Toray memiliki sumber daya alam yang begitu kaya, baik di darat maupun di laut. SDA ini harus dikelola demi kesejahteraan 742 warga Toray”, katanya.

Banyak hal yang diajarkan Barsalina,  mulai dari kebersihan di dalam keluarga, pola makan sehat, lingkungan, hingga pendidikan.

Selain itu, ia juga mengajarkan wirausaha, ia sengaja membuka kios sembako di samping rumah kediamannya. Kios itu sebagai pembelajaran ibu-ibu Toray yang ingin berjualan serupa. Beragam kebutuhan sehari-hari, seperti beras, minyak goreng, sabun, gula pasir, dan minyak tanah, dijual di kios itu. Bahan-bahan ini didatangkan dari Merauke yang jaraknya 130 kilometer dari Toray. Ada juga barang dari Sota, ibu kota kecamatan, 48 kilometer dari Toray.

”Harga beras di Toray termasuk murah, Rp 12.000 kg, dan paling mahal Rp 16.000 per kg. Barang-barang termasuk murah setelah belasan kaum perempuan Toray terlibat membuka kios serupa,” kata Barsalina.

Setiap perempuan yang ingin membuka kios dan menjual sayur diberi bantuan dana desa Rp 5 juta per orang setelah dilakukan penilaian oleh tim Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Saat ini, sudah lima kios dalam desa milik ibu-ibu yang ia bina.

Mereka juga diberdayakan untuk beternak babi. Kini, sudah 10 ibu-ibu binaannya terlibat beternak babi.

“Saya pelihara duluan, setelah itu mengarahkan mereka. Harus dibuat septic tank dan air yang cukup sehingga tidak mengeluarkan bau yang tak sedap,” katanya.

Mereka juga diberdayakan cara membuat dendeng rusa, hasil buruan suami atau anak laki-laki di hutan. Dendeng rusa dijual dengan harga Rp 50.000 per kg, daging kanguru Rp 25.000 per kg, daging kasuari Rp 30.000 per kg, dan daging babi hutan dijual Rp 50.000 per kg. Sebelumnya, mereka hanya bisa menjual per ekor.

”Binatang-binatang ini banyak ditemukan di hutan. Babi, misalnya, sekali berburu, satu pria bisa mendapat 2-3 ekor, dengan berat sampai 70 kg per ekor,” katanya.

Di wilayah Toray, hewan liar hidup di alam terbuka, dan tidak pernah punah meski terus diburu. Tidak ada pihak yang mengklaim sebagai hak milik. Binatang-binatang ini biasanya datang dan pergi dari batas wilayah RI-PNG. Kalau diburu di wilayah perbatasan, seperti desa Toray dan desa lain Indonesia, mereka lari ke PNG, atau sebaliknya.

”Kampung Toray dan kampung-kampung lain di perbatasan RI-PNG sangat kaya sumber daya alam. Belum termasuk sumber daya mineral yang ada di dalam tanah. Belum lagi hasil hutan yang melimpah. Tetapi sumber daya manusia masih sangat terbatas, mengolah semua itu,” kata Barsalina.

Jarak Toray dengan desa di PNG juga dekat. ”Jarak Toray dengan dua desa di PNG, yakni Sowan dan Golea, ditempuh satu jam perjalanan lewat laut, dan empat jam lewat darat. Belum ada jalan yang dapat dilalui kendaraan ke sana sehingga kebanyakan mereka melalui laut,” kata Barsalina.

Baca Juga:  Kisah Mahasiswa Pasca UM Sidrap Raih Prestasi di Tingkat Nasional

Kesehatan dan pendidikan

Hubungan masyarakat Toray dengan masyarakat perbatasan masyarakat di perbatasan PNG sangat erat.

”Ini karena proses kawin mawin, dan juga pilihan untuk tinggal di Indonesia atau di PNG oleh masing-masing anggota keluarga. Ada keluarga di PNG yang memilih tinggal di salah satu desa di perbatasan RI, dan ada pula anggota keluarga di perbatasan RI memilih tinggal di PNG,” katanya.

Sebagai kepala kampung, Barsalina harus selalu siap dimintai bantuan masyarakat. Salah satunya untuk fasilitas kesehatan, dia harus mengantar warganya yang akan melahirkan atau sakit berat ke Sota. Di Toray hanya ada satu tenaga perawat bekerja di puskesmas pembantu setempat. Kunjungan dokter umum dari Sota satu bulan sekali ke Toray.

Baca Juga:  Kisah Mahasiswa Pasca UM Sidrap Raih Prestasi di Tingkat Nasional

Barsalina juga menyebutkan, pendidikan menjadi masalah serius di desa-desa di perbatasan Papua-PNG, termasuk Toray. Masih banyak sekolah tingkat SMA terpusat di Merauke sehingga lulusan SMP dan SD di perbatasan sulit melanjutkan pendidikan SMA dan perguruan tinggi di Merauke, atau Jayapura.

Membantu lulusan SMP dari Toray yang ingin melanjutkan pendidikan SMA di Merauke, ia membantu membayar uang kontrakan rumah, dan makanan bulanan, diambil dari dana desa.

”Ini kebijakan saya ambil bersama anggota BPD. Bantuan dana ini tidak ada dalam agenda pengelolaan dana desa oleh pemerintah. Tetapi situasi dan kondisi di lapangan mendesak saya untuk itu. Saya gunakan Rp 15 juta per tahun untuk bayar kos bagi sekitar 18 siswa SMA dan mahasiswa di Merauke,” katanya.

Ia bangga di Kampung Toray tidak ada anak yang masuk kategori gizi buruk. Sumber pangan cukup tersedia di desa. ”Kalau SDM Toray sudah maju, suatu saat semua sumber daya alam di sana bisa diolah. Saya yakin Toray pasti maju,” katanya.

Barsalina Dida

Lahir : Sentani, Jayapura, 6 Oktober 1980

Pendidikan : Sarjana Pendidikan Universitas Cenderawasih Jayapura

Jabatan : Kepala Desa Toray

Suami : Serka TNI David Awaniter (Bintara Pembina Desa Toray)

Anak : 6