Tendensi Memaksakan Pilpres Satu Putaran

oleh -

Oleh Shamsi Ali

mitrasulawesi.id – Jauh sebelum pencapresan berbagai wacana tentang pilpres ini menampakkan banyak keanehan. Dari sinisme yang terbangun bahwa Anies tak akan bisa masuk dalam bursa capres, hingga pernyataan seorang menteri dan politisi senior yang mengatakan “hanya akan ada dua capres”. Seolah kekuasaan dan keputusan pencapresan itu ada dalam genggamannya. Belakangan kita mendengar ungkapan “iya tunggu aja. Semoga Anies lolos jadi capres”. Kita tahu yang dimaksud itu bahwa dia gak yakin Anies bakal berhasil jadi capres RI.

Belakangan kita juga dengarkan wacana aneh nan menggelikan. Dalam sebuah proses politik yang demokratis ada yang mengusulkan agar rakyat Indonesia membangun “konsensus” atau aklamasi untuk memilih paslon tertentu. Saya katakan aneh dan menggelikan karena sedemikian parahnya ketidak warasan yang terjadi pada orang tersebut. Sungguh tidak waras sebuah proses demokrasi tapi dilabeli dengan kata “aklamasi”. Demokrasi itu prosesnya adalah kompetisi yang terbangun dalam kewarasan rakyat untuk memilih mana yang secara rasional dianggap lebih ideal untuk memimpinnya.

Baca Juga:  Varian Baru Covid-19, Jokowi Umumkan PPKM Darurat

Kenyataannya Anies adalah capres pertama yang mengumumkan cawapresnya, sekaligus paslon pertama yang mendaftarkan diri ke KPU. Proses-proses yang terjadi dalam perjalanan pencapresan Anies adalah kerja-kerja yang terstruktur dan directed (terarah) sehingga target-target yang ingin dicapai berjalan lancar dan berhasil di tengah ragam upaya penjegalan.

Baca Juga:  Komunitas Petani Jawa Nyatakan Dukungan Ke Pasangan Thahar Rum - Rahmat Laguni

Setelah Anies berhasil menjadi capres, hal yang kemudian paling sering dilontarkan adalah wacana atau tepatnya impian pendukung paslon tertentu untuk memenangkan pertarungan pilpres dalam satu putaran. Wacana ini terasa sekali dipaksakan untuk menjadi (seolah) itulah yang kenyataan yang ada. Tujuannya agar nantinya masyarakat luas mengantisipasi dan menerima pemaksaan kenyataan itu tanpa ada pandangan kritis dalam proses-proses yang berlangsung. Akibatnya “halal haram” (benar atau salah) dalam proses itu tidak lagi menjadi sebuah nilai yang dipegang.

Baca Juga:  Kodim Solo Peduli Warga Yang Sakit

Proses-proses yang menghalalkan segala cara itu sangat terbuka dan menjadi tontonan yang memalukan. Dari cara-cara kampanye yang melanggar aturan yang disepakati, tendensi penggunaan apatur negara termasuk ASN, Polri dan TNI, bahkan berbagai tekanan dan ketidak adilan kepada para paslon yang lain. Pasangan Anies-Muhaimin adalah pasangan yang kerap mendapat tekanan di berbagai tempat dan dalam berbagai bentuknya.


Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.