Gawat! Alat Rapid Tes dari China Orang Negatif Malah Jadi Postif

oleh -

BALIMITRASULAWESI.ID – Ketika 443 orang warga dusun Banjar Serokadan Desa Abuan, Bangli, Bali, dinyatakan positif Corona dengan hasil pemeriksaan rapid test dari negeri China.

Setelah diuji ulang dengan tes PCR, 275 orang malah dinyatakan negatif. Sementara hasil untuk 139 orang lain masih ditunggu hasil swab-nya.

Seketika itu juga Pemprov Bali melakukan isolasi terhadap 1.210 orang warga Banjar Serokadan.

Namun kemudian terbantahkan dengan hasil tes swab PCR.

Baca Juga: Gelar Raker Online, Senator Fachrul Razi dan Kadis PMG Aceh Bahas Penyaluran Dana Desa Dan BLT di Aceh

Belakangan diketahui ternyata warga Desa Abuan dites dengan alat rapid test bermerek VivaDiag. Alat tes itu merupakan buatan Tiongkok yang diimpor PT Kirana Jaya Lestari.

Kepala Dinas Kesehatan Bali Ketut Suarjaya mengatakan bahwa pihaknya memberi alat rapid test Corona COVID-19 tersebut. Bahkan ada 4.000 unit. Namun setelah hasil kontroversi di Banjar Serokadan, alat tes itu untuk sementara tak lagi digunakan. Alat Vivadiag menurut dia tengah diperiksa oleh Kementerian Kesehatan.

“Sementara ini rapid test tersebut kami tarik dan diganti dengan yang lain,” ujar Ketut Suarjaya.

Dijelaskannya bahwa adanya perbedaan hasil tes cepat itu akan ditunjukkan dari pemeriksaan yang dilakukan Kemenkes. Menurut dia, merek VivaDiag sendiri ada dalam daftar yang dicantumkan resmi oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Belakangan muncul bantahan soal alat tes itu tercantum resmi.

Secara terpisah, Kepala BPBD Provinsi Bali Made Rentin mengatakan kasus ini masih dalam penelurusan mereka. Namun dibenarkan bahwa VivaDiag untuk sementara ini tak lagi digunakan.

Setelah ditelusuri, VivaDiag menjadi salah satu alat test yang direkomendasikan oleh BNPB. Dalam daftar rekomendasi rapid diagnostic test (RDT) antibodi Corona COVID-19 per 21 April 2020. Merek VivaDiag berada pada urutan ke-13.

Alat tes tersebut diproduksi oleh VivaChek Biotech (Hangzhou) Co.Ltd dan diimpor oleh PT Kirana Jaya Lestari. Bahkan PT Kirana Jaya Lestari mendapatkan rekomendasi pembebasan bea masuk dan pajak impor pada akhir Maret 2020.

Baca Juga: Kecewa Sikap DPRD Lutra, Aliansi Peduli Covid-19 Nyatakan Mosi Tidak Percaya

Di Eropa sendiri, alat yang berasal dari China kebanyakan diragukan keakuratannya beberapa alat uji China yang dipasarkan di luar negeri, yang dijual tanpa persetujuan China. Kemudian, dipertanyakan oleh otoritas kesehatan Eropa.

Spanyol menarik sejumlah alat uji cepat yang dibuat oleh perusahaan diagnostik China Shenzhen Bioeasy Biotechnology setelah produk tersebut ditemukan memiliki sensitivitas rendah, yang berarti mereka tidak dapat mendeteksi infeksi secara memadai.

Bioeasy membantah dan menjelaskan jika pembacaan yang tidak akurat bisa jadi karena sampel tidak dikumpulkan dan diproses dengan benar. Dalam pernyataan itu, Bioeasy mengatakan gagal berkomunikasi secara memadai dengan klien tentang cara menggunakan alat uji itu.

Berbeda dengan India, terpaksa membatalkan pesanan alat uji cepat (rapid test) COVID-19 dari China setelah ditemukan alat yang rusak. India juga menarik perlengkapan uji cepat virus yang sudah digunakan di beberapa negara bagian.

Alat uji cepat COVID-19 ini disinyalir dapat mendeteksi antibodi dalam darah yang mungkin terinfeksi virus tersebut dengan waktu sekitar 30 menit untuk melihat hasilnya.

Tentu tes tersebut dapat membantu pihak petugas untuk cepat memahami skala infeksi di wilayah tertentu.

Namun, menurut banyak ilmuwan, rapid test tersebut tidak dapat menguji virus Corona dalam tubuh atau digunakan untuk mendiagnosis COVID-19 pada pasien. Kit tes tersebut juga juga gagal dalam pemeriksaan kualitas oleh Dewan Penelitian Medis India (ICMR).

Baca Juga: Sepuluh Ribu Sembako Jokowi, Diprioritaskan yang Tidak Punya KTP dan Mahasiswa Berada di Makassar

Sebelumnya, negara bagian di India mendorong ICMR untuk mengizinkan pengujian dengan kit uji cepat COVID-19. ICMR yang awalnya menolak, akhirnya membuka jalan dengan mengimpor kit dari dua perusahaan China.

Sayangnya, setelah diimpor, kit uji cepat COVID-19 hanya memiliki tingkat akurasi sekitar 5 persen.

India bahkan menggunakan kit uji coba tersebut kepada pasien yang sudah positif, namun hasil tes malah menunjukkan hasil ‘negatif’.

Sementara itu, pihak China telah menolak klaim India atas tes kit yang rusak.

“Kualitas produk medis yang diekspor dari China diprioritaskan. Tidak adil dan tidak bertanggung jawab bagi individu-individu tertentu untuk menyebut produk-produk China sebagai ‘salah’ dan melihat masalah dengan prasangka yang belum terjadi,” demikian penyampaianya juru bicara kedutaan besar China, Ji Rong, seperti yang dikutip dari telisik.id., Jumat (8/5).


Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi

Mulai berlangganan untuk menerima artikel terbaru di email Anda.

Tinggalkan Balasan