Ini Harapan Akademisi UMI, Atas Pembantaian Anggota FPI

oleh -

Jakarta,Mitrasulawesi.id– Tindakan kepolisian yang memutuskan untuk melakukan penembakan terhadap enam anggota Front Pembela Islam (FPI) di kawasan Cikampek, Senin (7/12) dini hari sangat berpotensi menjadi ‘Extra Judicial Killing/unlawful killing’ alias pembunuhan yang terjadi di luar hukum.

Dr. Fahri Bachmid, S.H.,M.H., yang juga Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, menurutnya polisi seharusnya hanya dibolehkan untuk menggunakan kekuatan atau kekerasan, terutama dengan senjata api, sebagai ‘ultimum remedium’ sebagai alat atau upaya terakhir.

Dengan demikian, secara hukum penggunaan kekuatan, kekerasan, dan senjata api yang potensial melanggar hukum oleh polisi tidak dapat dibenarkan.

Berangkat dari soal itu, maka untuk kepentingan perkara yang terjadi kemarin, Agar dapat terungkap segala sesuatu terkait dengan peristiwa tersebut dan untuk memastikan terungkapnya fakta-fakta hukum yang sesungguhnya secara objektif, transparan, serta kredible.

Baca Juga:  Kasus Gae di Kawasan Takabonerate Sudah Tahap Dua, 3 Tersangka di Rutankan

Maka pesan Fahri Bachmid, Presiden Jokowi dan Menkopolhukam segera membentuk suatu Timr Pencari Fakta Independen, yang diisi oleh berbagai pihak, seperti Komnas HAM, tokoh-tokoh masyarakat yang Independent, kalangan kampus yang dijamin integritasnya serta imparsial, yang bertugas untuk melakukan investigasi yang menyeluruh dan komprehensif, serta mengungkap fakta dan peristiwa yang sesungguhnya.

“Hal ini sangat penting dilakukan sebagai sebuah upaya responsif pemerintah atas persoalan ini, karena meninggalnya enam warga tersebut merupakan hal yang sangat serius,” tuturnya.

Dijelaskan Fahri Bachmid, dalam berbagai instrumen hukum internasional maupun hukum positif sangat melarang keras tindakan yang bercorak ‘extra-judicial killing’ atau pembunuhan di luar putusan pengadilan.

Baca Juga:  Sekret HMI Makasssar di Serang Puluhan Oknum Polisi, PTKP Ancam Demo Besar Besaran

” Tindakan seperti ini dilarang keras oleh ketentuan dalam hukum HAM internasional maupun hukum positif, Larangan tersebut dimuat di dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, serta International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) yang telah diratifikasi melalui UU RI No. 12 Tahun 2005,” cetusnya kepada media.

Tindakan polisionil tersebut, bagi Fahri Bachmid, selain melanggar hak untuk hidup yang telah dijamin oleh konstitusi, juga melanggar UU RI No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menjamin hak untuk hidup.

Baca Juga:  Ditetapkan Tersangka, Eks Mantan Dirut PDAM Makassar Ditahan

Ia menambahkan, sejatinya, penggunaan instrumen kekuatan oleh aparat penegak hukum di Indonesia telah diatur sedemikian rupa, melalui Peraturan Kapolri tentang Penerapan Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

” Berdasarkan PERKAP No. 8 Tahun 2009, selain itu, hal ini juga telah diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Nomor 1 Tahun 2009, tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, yang pada esensinya menjelaskan bahwa, penggunaan senjata api hanya diperbolehkan, jika sangat diperlukan untuk menyelamatkan nyawa manusia,” papar pria ini.

Penggunaan kekuatan secara umum, harus diatur berdasarkan prinsip legalitas, kebutuhan, proporsionalitas, kewajaran serta mengutamakan tindakan pencegahan.
(rls/tim)

Tinggalkan Balasan