Benarkah Anak Bisa Jadi Musuh Orang Tua ? Simak Ulasannya

oleh -
oleh
Foto : Hamka Pakka

Edukasi, MitraSulawesi.id– Memiliki seorang anak menjadi salah satu impian bagi pasangan suami-istri, bukan begitu ?

Namun, apa gunanya memiliki seorang anak jikalau tidak mengetahui kedudukannya bagi kedua orang tua.

Setidaknya ada 5 kedudukan yang ditempati oleh seorang anak menurut ajaran Islam.

Anak sendiri menurut pandangan Islam merupakan amanah yang diletakkan pada pundak orang tua. Rasulullah SAW pernah menyebutkan dalam haditsnya tentang kondisi anak yang terlahir suci dan kedua orang tuanyalah penentu keadaannya,

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

Artinya: “Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah (suci). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” (HR Bukhari dan Muslim).

Sebab itulah, setiap orang tua sudah sepatutnya menjaga amanah dari Allah SWT tersebut dengan sebaik mungkin. Adapun kedudukan anak di hadapan orang tuanya yang dijelaskan dalam Al Quran adalah sebagai berikut,

5 Kedudukan anak bagi orang tua dalam Al Quran

Kesenangan hidup (perhiasan) di dunia

Kedudukan anak yang pertama adalah kesenangan hidup atau perhiasan di dunia bagi kedua orang tuanya. Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 14,

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ

Artinya: “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.”

Baca Juga:  Antisipasi Kelangkaan BBM, 2 Warga Selayar Tawarkan Solusinya

Ayat di atas menjelaskan tentang kesenangan hidup yang Allah hadirkan kepada tiap hambaNya. Melansir dari laman resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI), kedudukan anak sebagai kesenangan hidup diartikan sebagai respons alami manusia ketika memiliki seorang anak.

Penerus garis keturunan

Kedudukan anak bagi orang tua selanjutnya dianggap sebagai penerus garis keturunan dan cita-cita hidup dari kedua orang tuanya. Sebab itulah, cara mendidik anak yang baik memegang penting bagi orang tua.

Hal ini dikabarkan dalam salah satu firmanNya surat Al Baqarah ayat 133 yang berbunyi,

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

Artinya: “Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Yakub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yaitu Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya.”

Penyejuk perasaan

Kedudukan anak sebagai penenang dan penyejuk perasaan dijelaskan dalam surat Al Furqan ayat 74,

Baca Juga:  Ciri-ciri Anak Mengalami Masa Pubertas dan Peran Orang Tua

وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا

Artinya: Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”

Ayat di atas berisi bunyi bacaan doa yang dipanjat sepasang orang tua kepada Allah SWT Allah agar diberikan keturunan. Melalui ayat tersebut diketahui, kelahiran anak dalam sebuah keluarga mampu menjadi penenang hati dan menyejukkan perasaan orang tuanya.

Cobaan atau fitnah

Anak juga dapat berkedudukan sebagai cobaan atau fitnah Kedudukan anak sebagai cobaan atau fitnah. Sebagaimana disebutkan dalam surat Al Anfal ayat 28, Allah SWT berfirman,

وَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْم

Artinya: “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.”

Kedudukan anak menjadi cobaan dan fitnah bagi orang tua dijelaskan oleh Cendekiawan Muslim Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah. Hal ini terjadi saat orang tua memiliki dorongan atas dasar cinta kepada anak yang membuat mereka melanggar ketetapan Allah SWT.

Selain itu, anak sebagai cobaan diartikan sebagai cara Allah menguji hambaNya. Hal ini ditujukan untuk melihat apakah mereka mampu merawatnya dengan baik.

Baca Juga:  Anda Seorang Introvert ? Jurusan Ini Cocok Untuk Anda

Musuh

Kedudukan anak pun bisa menjadi musuh bagi orang tuanya. Allah SWT berfirman dalam surat At Tagabun ayat 14,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Makna dari ayat di atas dapat ditelisik melalui sebab turunnya atau asbabun nuzul. Sebuah riwayat yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas dalam kitab tafsir Al-Qur’an al-Adhim, Ibnu Katsir mengatakan ayat tersebut turun karena persoalan sebagian dari penduduk Makkah yang ingin berhijrah tetapi dihalangi istri dan anak-anak mereka.

Setelah mereka berhasil hijrah, mereka kemudian menemukan teman-teman yang telah lebih dahulu hijrah serta memiliki pengetahuan mendalam mengenai Islam. Saat itulah timbul penyesalan pada istri dan anak-anak mereka yang menjadi penyebab ketertinggalan mereka dalam memeluk Islam.

Jadi, makna dari ayat di atas dapat diartikan sebagai berikut. Kedudukan anak bisa menjadi musuh orang tuanya ketika mereka menjadi sebab penghalang kedua orang tuanya dalam mengikuti ketetapan Allah SWT.(*)

Tinggalkan Balasan