Yang Bandel Rakyat atau Pemangku kekuasaan ?

oleh -
Penulis, Muhammad Kasim

Gowa, MitraSulawesi.id–Pandemi Covid-19 yang semakin kalut dan mencekam nyatanya menjadi rangsangan untuk pemerintah memilih langkah yang katanya taktis yaitu pembatasan sosial berskala besar(psbb) disetiap wilayah sebagai mana diatur dalam Peraturan pemerintah(PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. atas koordinasi pemerintah daerah dengan pemerintah pusat untuk pelaksanaan psbb dengan berbagai tahapan sebelum itu.

Sebelum psbb diterapkan lebih maksimalnya ada sosialisasi terkait psbb sebagai langkah solutif dalam memutus mata rantai penyebaran Virus corona disebuah wilayah serta menjadi terma-terma untuk mengebang dan membangun kesadaran di pusaran masyarakat akan bahaya pandemi covid-19 ini. Atas kerjasama berbagai pihak dalam sosialisasi ini dengan tingkat rasionalisasi dan pemahaman yang bisa diterima oleh masyarakat secara umum.

Kemudian pengkajian secara mendalam terkait efisiensi penggunaan estimasi waktu yang tidak mengakibatkan kesulitan untuk masyarakat dan tentunya analisis mendalam terkait daerah mana saja yang perlu dilakukan psbb secepatnya atas pertimbangan dari berbagai potensi keanjlokan ruas-ruas kehidupan masyarakat. covid-19 kita pahami melanda hampir seluruh wilayah di Indonesia tetapi secara penanganan tentunya membutuhkan penkajian akademis yang mendalam, mengingat kesulitan setiap daerah berbeda-beda tentunya.

Baca Juga:  Buku Amir Uskara Diwakafkan di Perpustakaan Desa Maros

Pandangan tematis kesehatan sirkulasi ekonomi lewat rakyat sebagai objek pada kenyataannya menjadi hal utama yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan psbb ini. Tak lupa pada satu aspek kesanggupan setiap perangkat negara untuk mendukung kelangsungan psbb secara efiien dan terorganisir pada penerapannya. Mengingat psbb hadir sebagai upaya sistematik memperpendek langkah masyarakat(mengatur) demi mengurangi tingkat penyebaran Covid-19 disuatu wilayah.

Tetapi perlu dipahami karakter tiap individu yang berbeda kemudian bertumpah ruah dalam imperium masyarakat. Muhammad Iqbal mendaku dalam diri setiap insan pasti memiliki ego, yakni ego kreatif. Tetapi kadangkala setiap insan mengalami distorsi moral dalam kelompoknya karena tak mampu membendung Ego tiraninya(memaksakan kehendaknya) pada suatu keadaan atau orang lain.

Menilisik kehadiran psbb yang berimplikasi pada penerapan Physical distance atau membatasi segala aktivitas diluar rumah yang pada dasarnya bertubrukan dengan hasrat masyarakat yang senangtiasa mempertahankan hidupnya dari hasil apa yang didapatkannnya diluar rumah. Kita gambarkan dalam logika sederhana ” mengapa orang keluar rumah jika kebutuhannya dapat terpenuhi meskipun dia tinggal dirumah”.

Baca Juga:  Angka Stunting di Gowa Menurun, Ketua PKK : Capaian Yang Cukup Membagakan

Hal ini semakin diperkuat oleh cuitan Imam ali radiallahu anhu dalam bukunya berjudul Islam agama Keadilan bahwa sesungguhnya manusia hidup dalam satu jejak langkah yakni survival(bertahan hidup). Mungkin inilah yang melandasi masyarakat untuk menembus ruang-ruang batasan psbb untuk kelangsungan hidupnya dan keluarga. Disisi lain psbb sebagai upaya tak mampu menghadirkan solusi yang tepat meyakinkan masyarakat untuk tetap tinggal dirumahnya. sangat pekik melihat Blt dan sembako yang tidak lahir dan berdasar dari analisis dan data yang betul-betul valid penerima. Jadi wajar saja masyarakat bambala'( bandel).

Sedang pada penerapannya, pembatasan sosial berskala besar (psbb) nyatanya tak sesuai harapan. Karena posko siaga pencegahan covid-19 disetiap batas wilayah kabupaten yang menjalankan psbb itu tidak maksimal dan konsisten dalam melaksanakan tugas yang telah direncanakan secara sistematis dan terorganisir ini. Bahkan tak khayal banyak dari petugas yang bersikap diluar nalar dan tujuan awal psbb ini yakni dengan menegur secara keras sampai pada aksi pemukulan. Kira-kira siapa yang bambala'(bandel)?

Penjagaan hanya dilaksanakan beberapa jam, setelah itu aktivitas keluar masuk wilayah bebas. Ketakutannya psbb ini hanyalah tindakan untuk memantik anggaran semata. Disisi lain masyarakat yang tidak bisa dikontrol kadangkala membuat rasa pesimis itu muncul dari upaya pencegahan covid-19 ini.

Baca Juga:  KNPI Gowa Punya 34 Komisi, 379 Pengurus, 155 Program Kerja, Siap Wujudkan Dari Gowa Menuju Indonesia Maju

Pada selasa 12 mei 2020 kita tercengang dengan rapat paripurna yang dilaksanakan para puan di DPR RI dengan mengesahkan RUU minerba menjadi Undang-undang yang akan melanggengkan para imprealis investor tambang. Pagelaran ini harus kita pahami sebagai bencana baru ditengah ujian pandemi covid-19 yang dilaksanakan DPR ditengah himbauan Phisycal distance dari pemerintah. Bukankah ini adalah curang dan sekaligus bambala'(Bandel)?

Sementara pada kemungkinan lain, Omnibus Law atau RUU Cipta lapangan kerja(cilaka) diam-diam dipaksakan untuk menjadi Undang-undang yang akan memulai babak baru berbagai eksploitasi alam berikut manusianya. Kututup saja dengam tanya “kira-kira siapa yang Bambala'(Bandel) Rakyat atau Para pemangku kekuasaan ?.

Penulis : Muhammad Kasim


Eksplorasi konten lain dari Mitra Sulawesi

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan Balasan