Biografi Pendiri DDI

oleh -
oleh
Penulis, Anggi Fitria Ningsih Mahasiswa STAI DDI Sidrap

Opini, MitraSulawesi.id– Darud Da’wah Wal Irsyad (DDI) merupakan realisasi dari keputusan musyawarah Alim Ulama Ahlusunnah Wal Jama’ah se Sulawesi Selatan. Musyawarah pada hari Rabu tanggal 5 Februari 1947 M atau 14 Rabiul Awal 1366 H sampai hari Jum’at tanggal 7 Februari 1947 M atau 16 Rabiul Awal 1366 H. Hasil dari pertemuan itu adalah terbentuknya organisasi yang bergerak di bidang Pendidikan, Dakwah, dan Sosial Kemasyarakatan yang diberi nama Darud Da’wah Wal Irsyad. Untuk mengenal lebih lanjut, berikut adalah biografi tokoh-tokoh pendiri organisasi Darud Da’wah wal Irsyad (DDI) :

1. AG KH Abd Rahman Ambo Dalle

AG KH Abdul Rahman Ambo Dalle dilahirkan dari keluarga bangsawan yang kental, sekitar tahun 1900, di Desa Ujung Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo, sekitar 7 Km sebelah utara Sengkang. Ayahnya bernama Andi Ngati Daeng Patobo dan Ibunya bernama Andi Candara Dewi.

Sebagai anak tunggal dari pasangan bangsawan Wajo, Gurutta tidak dibiarkan menjadi bocah yang manja. Sejak dini beliau telah ditempatkan dengan jiwa mandiri dan kedisiplinan, khususnya dalam masalah agama. Besekolah di Volk School (Sekolah Rakyat) pada pagi hari dan belajar mengaji pada sore dan malam hari. Ambo Dalle mempelajari ilmu agama dengan metode sorongan (sistem duduk bersilah), guru membacakan kitab, murid mendengar dan mendengarkan pembicaraan guru.

Selama belajar, ambo dalle tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur’an seperti tajwid, qiraat tujuh, nahwu sharaf, tafsir dan fikih saja, tetapi juga mengikuti bahasa Belanda di HIS dan pernah pula belajar di sekolah Guru yang diselenggarakan Syarikat Islam (SI) di Makassar.

Anregurutta disebut beberapa kali menikah dan tidak memiliki anak. Pada pernikahan keempat, beliau menikah dengan seorang wanita bernama Siti Marhawa dan dikaruniai tiga anak. Anak pertama bernama Muhammad Ali Rusydi, anak ke-dua bernama Abdul Halim Mubarak, dan yang ketiga bernama Muhammad Rasyid Ridha.

AG KH Abdul Rahman Ambo Dalle berpulang dalam usia senja pada tanggal 29 November 1996. Namun, tahun-tahun sebelum beliau dipanggil, tetap dilalui dengan segala kesibukan dan perjalanan-perjalanan yang cukup waktu dan tanpa hiraukan kondisi beliau yang mulai uzur. Misalnya, dalam usia sekitar 80 tahun beliau masi aktif sebagai anggota MPR dan MUI pusat. Dalam rentanya dan kaki sudah tidak mampu menopang tubuhnya, beliau masih sempat berkunjung ke Mekah untuk melakukan Umrah dan memenuhi undangan Raja Serawak (Malaysia Timur), meskipun mesti di gendong.

Baca Juga:  Opini: Relasi Agama dan Budaya

2. Syeikh Muhammad As’ad

Syeikh Muhammad As’ad

Syeikh Muhammad As’ad lahir di Mekah, Arab Saudi pada tahun 12 Rabiul Akhir 1326 H/1907 Masehi. Ayah beliau adalah seorang ulama bernama Haji Abdul Rasyid, dan ibu beliau bernama Guru Terru. Syeikh Muhammad As’ad adalah anak ke delapan dari sembilan bersaudara yaitu, Sitti Syamsiyah, Sitti Aisyah, Muhammad Said, Sitti Abbasiyah, Sitti Zen I, Muhammad As’ad I, Sitti Zen II, Muhammad As’ad II, dan Muhammad As’ad.

Masa kecil dan remaja Muhammad As’ad dihabiskan di Makah, Arab Saudi untuk belajar ilmu agama. Sekitar 1928, “Gurutta kembali ke tanah leluhurnya, lantaran banyaknya permintaan dari jemaah haji asal Wajo yang memintanya ke Wajo” kata Wakil Ketua Umum PP As’adiyah, KH Muhyiddin Tahir. Usianya 21 tahun saat menginjakkan kaki di tanah leluhurnya. Pada saat itu di kediamannya di sebelah barat Masjid Jami.

KH Muhammad As’ad, atau yang lebih dikenal Gurutta Puang Haji Sade, wafat pada Senin 12 Rabiul Akhir 1372 H atau 29 Desember 1952.

3. AG H Abdul Muin Yusuf

H Abd Muin Yusuf

AGH Abdul Muin Yusuf yang akrab di panggil Kali Sidenreng dilahirkan di Rappang, Kabupaten Sidrap pada 21 Mei 1920. Ayah beliau benama Muhammad Yusuf, berasal dari pamman, kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Ibunya bernama Sitti Khadijah berasal dari Rappang, Sidrap, Sulawasi Selatan.

Pada umur 10 tahun, Kali Sidenreng memulai pendidikannya di Indlandsche School atau sekolah dasar pada zaman Belanda, dan sore hari belajar di Sekolah Muhammadiah Sidrap, kemudia pindah ke Madrasah Ainur Rafiq besutan Syekh Ali Mator yang merupakan kakek ulama terkemuka Prof. Quraish Shihab.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Indlandsche School tahun 1933, Kali Sidenreng berangkat ke Sengkang, Wajo untuk melanjutkan pendidikannya di Madrasah Arabiah Islamiah (MIA) yang merupakan asuhan dari ulama besar Sulawesi, Anregurutta Muhammad As’ad al-Bugisi.

Baca Juga:  Opini : Catatan Milad 75 Tahun Perjalanan HMI

Setelah empat tahun berguru du MAI Sengkang, Kali Sidenreng melanjutkan Studi ke Normal Islam Majene, Sulawesi Barat, kemudian pindah ke Pinrang mengikuti kepindahan Normal Islam yang berubah menjadi Mu’allimat Ulya ke Kab. Pinrang, 1943 dan akhirnya berhasil menyelesaikan studinya pada 1942. Setelah itu, ia kembali ke kota kelahirannya di Rappang. Ia yang baru berusia 22 tahun, sudah didaulat menduduki jabatan Qadhi (Kali).

Pada tahun 1947 beliau berangkat ke Tanah suci. Pada saat bersamaan, Madrasah Al-Falah membuka pendaftaran untuk mahasiswa baru. Anregutta Kali Sidenreng lulus tes dan diterima masuk pada jurursan Perbandingan Madzhab (muqaranah baen al-madzahib), dan lulus pada tahun 1949.

Anregurutta Abdul Muin Yusuf menghembuskan nafas terakhirnya di Rappang Sulawesi Selatan pada tanggal 23 Juni 2004.

4. AGH Daud Ismail

KH Muhammad Daud Ismail

AGH Daud Ismail atau yang lebih kerap di sapa dengan panggialan Gurutta lahir pada tahun 1907 M di Cenrana Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Beliau adalah putra dari pasangan H. Ismail dan Hj. Pompola.

Daud Ismail mengawali pendidikannya dari kolong rumah. Disana Gurutta mulai belajar mengaji pada orang tua kandungnya. Kemudian melanjutkan pendidikan ke pesantren-pesantren di Sengkang. Dari sinilah Daud Ismail memiliki banyak guru dari kalangan ulama sengkang.
Daud Ismail adalah seorang yang otodidak, sejak kecil belajar sendiri untuk mengenal aksara Lontara dan Latin. Kendati demikian, beliau juga pernah menimba ilmu pada banyak guru, baik di Soppeng (Kabupaten Soppeng) maupun di Soppeng Riaja (Kabupaten Barru), Sulawesi Selatan.

Antara tahun 1925-1929 Daud Ismail juga belajar kitab Qawaid di Lapasu Soppeng Riaja. Di sana Daud Ismail belajar pada seorang ulama yang bernama Haji Daeng. Pada masa itu pula Daud Ismail belajar kepada Qadhi Soppeng Riaja, H. Kittab.

Baca Juga:  Opini: Vaksin Booster untuk Meningkatkan Ekonomi dan Keberhasilan Usaha Mandiri

Setelah Anre Gurutta H. Muhammad As’ad kembali dari Tanah Suci dan mendirikan pesantren di Sengkang pada tahun 1927 yang bernama Al-Madrasatul Arabiyah Al-Islamiyah (MAI), maka pada tahun 1930 Daud Ismail kembali ke Sengkang untuk belajar kepada Anregurutta H. Muhammad As’ad dan termasuk santri angkatan ke II.

Anregurutta Daud Ismail menghadap ke hadirat Allah SWT dalam usia 99 tahun pada Senin 21 Agustus 2006 sekitar pukul 20.00 WITA, setelah sempat di rawat selama tiga pekan di Rumah Sakit Hikmah Makassar. Anregurutta Daud Ismail masih menjabat sebagai khadi di kabupaten Soppeng. Selain itu amanah yang masih disandangnya adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Soppeng tahun 1993-2005.

5. KH Muhammad Abdul Pabbaja

KH Muh Abd Pabbajah

Kiai Pabbaja lahir di Allakuang, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, pada 20 Muharram 1336 H atau 26 Oktober 1918. Beliau lahir dari keluarga terpandang dan taat beragama. Ayahnya bernama Pabbaja Bin Ambo Padde, seorang kepala wilayah di desa kelahirannya. Ibunya bernama Hj Latifah Binti Kalando, putri seorang imam atau penghulu syarak di desa itu. Kiai Pabbaja adalah anak ke lima dari sepuluh bersaudara.

Kiai Pabbaja belajar membaca Al-Qur’an dari ibunya. Menginjak usia enam tahun, kiai Pabbaja menempuh studi di Sekolah Desa (Volks School0. Setelah itu beliau melanjutkan pendidikannya ke madrasah Makarim Al-Akhlaq hingga tamat. Kemudian, Kiai Pabbaja menimbah ilmu di madrasah AL-Arabiah Al-Islamiah di Kabupaten Wajo yang di pimpin KH Muhammad As’ad.

Menurut sejumlah keluarga KH AG Muhammad Abduh Pabbaja, ulama sepuh ini menghembuskan nafas terakhir di rumahnya di Kompleks Perumahan Lappadde Mas, Parepare, Kamis, sekitar puku 10.00 WITA. Kondisi kesehatan Imam Besar Mesjid Agung kota Parepare itu selama ini memang menurun. Sejak Februari 2009 lalu, beliau sudah tidak pernah lagi ke Mesjid Agung.

Penulis
Anggi Fitria Ningsih

Tinggalkan Balasan