Utteng Al-Kajangi*
Dalam tiga hari ini saya menerima pertanyaan bertubi-tubi tentang kebakaran di tiga district di Los Angeles, Amerika Serikat. Saking banyaknya sejujurnya hampir merasa kesal dan malas merespon. Hampir semua mata tertuju ke kota Hollywood itu dengan ragam konklusi yang disampaikan. Belum lagi berbagai media, baik media mainstream, apalagi media sosial yang menyampaikan dan menampilkan informasi yang belum tentu akurat tentang kebakaran itu.
Kenyataannya memang berbagai informasi yang menyebar ke berbagai penjuru dunia, ada yang benar dan akurat. Tapi tidak sedikit juga yang termanipulasi, bahkan dengan menggunakan “artificial intelligence”(AI) untuk menambah dan mendramatisir kejadian yang sesungguhnya. Baik pada aspek gambar/video maupun pada sisi statemen atau kesimpulan yang disampaikan.
Semua ini menunjukkan bahwa kita memang berada di alam informasi (dan misinformasi) yang sangat cepat dan tak terkontrol. Sekaligus menggambarkan bagaimana media, khususnya media sosial saat ini mampu menguasai cara pandang (mindset), persepsi dan perasaan, bahkan keyakinan banyak orang. Orang menyimpulkan dengan perasaan seraya meyakini tentang sesuatu dari informasi media yang berkeliaran.
Informasi yang tidak akurat (misinformasi) yang sampai kepada kita, baik secara keseluruhan maupun sebagian itulah yang disebut hoax. Hoax ini yang rentang menimbulkan keresahan, kesalah pahaman, bahkan fitnah di tengah masyarakat. Masyarakat dan dunia Islam diakui menjadi korban (victim) terbesar dari misinformasi yang (sebagian) memang disengaja disebarkan untuk membangun persepsi yang salah tentang Islam.
Eksplorasi konten lain dari Mitra Sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.