Zohran dan Misi Nabi Musa
Di pertemuan dengan beberapa tokoh dan aktifis di sekitar Hillside, Jamaica itulah saya diminta memberikan ceramah singkat, pengantar sebelum Zohran menyampaikan visi misi dan pengenalan diri lebih dekat kepada masyarakat. Dalam ceramah singkat itu saya mengutip sebuah ayat dari Al-Quran di surah Taha ayat 42 yang berbunyi:
“Pergi kamu dan saudaramu dengan ayat-ayat-Ku dan jangan kamu berdua lemah dalam mengingat-Ku”
Ayat yang singkat ini sangat padat dan sarat makna dalam konteks perjuangan menghadapi situasi kritis yang sangat tidak menguntungkan. Pada masa nabi Musa, itulah situasi di bawah kungkungan kozholiman penguasa yang angkuh bahkan mengaku tuhan, Fir’aun la’natullah ‘alaih.
Jika keadaan ini kita tarik ke dalam situasi dunia kita saat ini, maka saya mengistilahkan keadaannya sebagai keadaan yang pada tingkatan tertentu mirip dengan kekuasaan Fir’aun. Hanya saja tirani itu bukan pada sosok manusia lagi. Tapi pada sistem kekuasaan yang diperburuk oleh prilaku sebagian penguasa yang buruk pula.
Saya menyebut keadaan dunia kita dengan sebutan “fir’aunistik”. Sebuah keadaan di mana manipulasi kekuasaan merajalela. Yang berada di posisi kekuasaan, baik di ranah politik, ekonomi, apalagi militer, menginjak-injak kaum miskin dan yang terlemahkan. Sistem yang kemudian menjadikan yang kaya semakin kaya dan yang kuat semakin kuat. Sementara yang miskin semakin miskin dan yang lemah semakin lemah dan dilemahkan.
Tanpa ingin membandingkan keduanya, karena pastinya seorang nabi dan rasul adalah manusia pilihan Allah, namun kita merasakan kehadiran Zohran Mamdani dalam perpolitikan di Kota New York dan Amerika membawa misi kenabian untuk menyelamatkan dan melepaskan masyarakat dari kungkungan sistem kehidupan manipulatif yang memperbudak.
Lima Pesan Allah Kepada Musa AS
Menghadapi Fir’aun atau sistem fir’aunistik ini Allah memberikan arahan singkat yang berisi lima poin penting kepada Musa AS. Dan Zohran dalam misi politiknya dengan sangat baik telah mengimplementasikan kelima hal tersebut.
Satu, Allah memerintahkan Musa untuk pergi (izhab). Kata pergi di sini memiliki makna antara lain “menantang” (to challenge), “bergerak” (to move). Kedua makna ini secara baik telah dibuktikan oleh Zohran. Dia bangkit sebagai penantang bagi “old establishment” yang cenderung tidak menguntungkan. Dan dalam melakukan itu Zohran tidak sekedar membentuk tim kampanye yang solid. Tapi membangun “pergerakan” (movement) yang solid. Pergerakan yang menginspirasi ribuan bahkan jutaan warga New York, khususnya generasi muda.
Dua, Allah memerintahkan Musa untuk bersama dengan saudaranya (anta wa akhuk). Perintah untuk melakukan perjuangan secara kolektif, kolaboratif, dengan partnership dan networking yang luas. Zohran tidak saja merangkul Komunitas Muslim atau Asia Selatan. Tapi merangkul semua segmen warga Kota New York dan berhasil. Berbagi organisasi buruh, masyarakat sipil, Komunitas agama termasuk sebagian Komunitas Yahudi mendukungnya.
Tiga, Allah mengingatkan Musa untuk bergerak dalam perjuangann dengan ayat-ayatNya. Ayat-ayat di sini bisa dimaknai sebagai “Ilmu dan pemahaman masalah, cara menghadapi dan menyelesaikan masalah”. Dalam bahasa perjuangan, lakukan perjuangan itu dengan strategi yang baik dan benar. Zohran memainkan strategi yang highly smart, sehingga segala upaya penjegalan oleh lawan-lawannya, berhasil dilalui dengan baik dan menang.
Empat, Allah juga berpesan kepada Musa agar jangan pernah melemah apalagi putus asa. Kata “laa taniyaa” adalah seruan urgensi menjaga semangat dan konsistensi untuk terus melangkah hingga akhir. Dalam ekspresi Inggris “keep going” atau “keep strong” dan “never give up”. Kita mengenal bagaimana upaya lawan-lawan politik Zohran memakai semua cara untuk menjegalnya. Dari berbagai label seperti radikal, pendukung teroris, anti semitik (Yahudi), upaya pembatalan kewarga negaraan dan mendeportasinya, bahkan ancaman pembunuhan. Semua itu dilalui dengan semangat yand tidak pernah melemah.
Lima, Allah juga mengingatkan agar jangan pernah lalai dan selalu waspada. Kata “dzikir” di ujung ayat ini yang berarti “mengingat”, dipahami dalam perjuangan sebagai sikap fokus dan tidak terdektraksi oleh apapun. Zohran dengan segala serangan, tuduhan, pelabelan yang tak berdasar, tidak menjadikannya lalai dari fokus visi dan misi perjuangannya. Semua dilalui dengan tegar dan senyuman lebarnya yang khas.
Akhirnya saya ingin mengatakan bahwa Zohran bukan nabi atau rasul. Tidak juga layak untuk disamakan dengan seorang nabi atau rasul. Tapi Zohran kini hadir dengan komitmen perjuangan para nabi untuk menghadirkan kedamaian dan keadilan untuk semua. Semoga Allah memudahkan jalannya. Amin!
Jamaica Hills, 4 Agustus 2025
*A Proud New Yorker
Eksplorasi konten lain dari Mitra Sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.