Kita dan Pelaku Bullying Sama Saja

oleh -
Penulis, Mahasiswa Universitas Negeri Makassar, Dewiyanti

Makassar, MitraSulawesi.id– Saat ini, bullying merupakan istilah yang sudah tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya. Pelaku bullying sering disebut dengan istilah bully. Seorang bully tidak mengenal gender maupun usia. Bahkan, bullying sudah sering terjadi di sekolah dan dilakukan oleh para remaja. Dampak yang diakibatkan oleh tindakan ini pun sangat luas cakupannya. Remaja yang menjadi korban bullying lebih berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan, baik secara fisik maupun mental. Adapun masalah yang lebih mungkin diderita anak-anak yang menjadi korban bullying antara lain munculnya berbagai masalah mental seperti depresi, kegelisahan dan masalah tidur yang mungkin akan terbawa hingga dewasa, keluhan kesehatan fisik, seperti sakit kepala, sakit perut dan ketegangan otot, rasa tidak aman saat berada di lingkungan sekolah, dan penurunan semangat belajar dan prestasi akademis.

Tulisan ini mengacu pada teori kekerasan simbolik oleh Pierre Bourdieu. Bourdieu menyebutkan terdapat tiga konsep dalam teorinya, yaitu Habitus, Lingkungan(field), dan modal.
Kekerasan simbolik adalah bentuk kekerasan yang dilakukan dengan cara-cara halus melalui mekanisme tertentu, misalnya kekuasaan, sehingga tidak nampak sebagai kekerasan. Kekerasan simbolik menurut Bourdieu adalah tindakan tidak langsung yang umumnya melalui mekanisme kultural (Ritzer & Goodman, 2004:526). Cyberbullying bukan kekerasan yang bisa membuat orang terluka fisik akibat pukulan atau hantaman yang dilakukan oleh seseorang. Sedangkan kekerasan cyberbullying lebih kepada kekerasan yang menuju kepada psikis seseorang, sehingga orang tersebut menjadi malu dan tersudutkan. Kekerasan simbolik jauh lebih kuat dari pada kekerasan fisik, maka dari itu kekerasaan simbolik menjadi hal yang menakutkan bagi setiap kehidupan setiap individu.

Baca Juga:  Surat Edaran Pj. Gubernur Sulsel Netralitas ASN dan PPNPN Pilkada 2024, Ini Sanksinya

Habitus yaitu kebiasaan yang digunakan oleh aktor untuk menghadapi kehidupan sosial (Ritzer & Goodman, 2004:552). Setiap individu mempunyai habitus atau kebiasaan yang berbeda-beda, di mana mereka bisa mendapatkan kebiasaan tersebut melalui pengalaman maupun sejarah yang sudah ada. Kebiasaan ini juga muncul karena lamanya kehidupan sosial seorang individu disuatu tempat dan posisi apa yang dimilikinya. Misalnya dalam kasus cyberbullying, seorang individu lebih sering bertemu dengan dunia maya daripada dengan dunia nyata, dan di lingkungangnya seorang individu tersebut mempunyai sifat pemarah karena ia merupakan anak tunggal. Seseorang yang sifatnya pemarah selalu mengungkapkan kemarahan secara langsung maupun tidak langsung di dunia maya, dengan menghina atau mengolok-olok orang yang ia tidak suka. Jadi, habitus atau kebiasaan merupakan tindakan dan prilaku yang diciptakan oleh kehidupan sosial.

Baca Juga:  Kembangkan Keterampilan Siswa, SJF SMAN 10 Makassar Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar

Lingkungan yaitu suatu tempat berinteraksi antar individu maupun antar kelompok untuk menjalin kebersamaan. Menurut Bourdieu, lingkungan merupakan tempat pertarungan dan perjuangan, tempat beradu kekuatan, dan tempat di mana adanya konflik individu atau konflik antar kelompok untuk mendapatkan suatu posisi. Akan tetapi, keberadaan seseorang dalam lingkungan ditentukan oleh modal. Contohnya dalam cyberbullying, seorang individu mempunyai pengetahuan lebih tentang dunia maya (dalam hal ini anak tersebut bisa membobol akun seseorang) dari pada individu lain di lingkungannya. Ketika terjadi masalah, individu tersebut menggunakan kelebihannya untuk mengalahkan orang lain. Individu tersebut menang dalam sebuah pertarungan dunia maya, dan individu yang kalah tersebut menjadi pihak yang terintimidasi, karena ia kurang berjuang dan beradu kekuatan untuk mempertahankan akun yang dimilikinya.

Modal yaitu sejenis pasar kompetisi yang ada dalam lingkungan untuk mempertahankan posisi seorang individu. Menurut Bourdieu ada 4 jenis modal yaitu modal ekonomi, modal kultural, modal sosial, dan modal simbolik. Keempat modal ini mempengaruhi nasib setiap individu baik diri sendiri maupun orang lain. Modal merupakan aspek pendukung dari lingkungan. Jika sesorang individu mempunyai kekuatan untuk bertarung dan berjuang di arena, akan tetapi tidak mempunyai modal, maka prosentase individu itu sangat kecil untuk menang.

Baca Juga:  Rutan Makasssar Gandeng Garda Nusantara Kembangkan Potensi Tahanan

kasus yang sangat marak-maraknya saat ini yaitu perundungan terhadap seorang anak dibawah umur yang kesehariannya bekerja sebagai penjual gorengan oleh sekelompok remaja di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Video perundungan tersebut telah viral di berbagai media, tampak jelas dalam video bocah yang berinisial R tersebut dihadang dan mendapatkan bullyan serta kekerasan terhadap remaja tersebut yang ternyata aksinya sudah dilakukan sebanyak dua kali. Karena merasa iba terhadap bocah tersebut banyak masyarakat pengguna sosial media membagikan video dam memberikan dukungan terhadap si bocah. Bukan hanya itu, tidak sedikit masyarakat juga tampak ikut berkomentar terhadap kasus tersebut dengan memberikan anggapan negatif dan membully balik si pelaku tanpa mereka sadari bahwa mereka dan pelaku bullying sama saja, tidak ada bedanya.

Penulis
Dewiyanti


Eksplorasi konten lain dari Mitra Sulawesi

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan Balasan