Jakarta, mitrasulawesi.id- BMI mengkritik program Polisi Cyber media yang digagas pemerintah, Polisi cyber media, menurut BMI jangan jadi penghambat demokrasi di era digital, menjadi penyumbat suara kritik masyarakat. Bangsa ini perlu maju, bukan diam melihat ke tidakadilan dan korupsi.
“Polisi cyber jangan jadi algojo yang membunuh dan memenjarakan siapa saja yng kritis dan berbeda pendapat dengan pemerintah.
Sadarilah, demokrasi yng benar selalu butuh oposisi, sebab pemerintah bisa bercermin. ‘Tanpa oposisi negara jadi banci’, kata almarhum es Rendra
Ketakutan rakyat akan pandemi dan krisis pangan, jangan dimanfaatkan dengan membunuh demokrasi yang diperjuangkan bersama dalam reformasi”ujar Irwan Saputra Pajerih, Wakil Ketum DPN BMI
Demokrasi telah menjadi akad kita bernegara maka polisi cyber terhadap pemakai digital di dunia demokrasi sudah selayaknya Indonesia tak lagi mengaku sebagai negara demokrasi
“Negara ini mirip dikelola Kim Jong Un yang menggerogoti jantung kebebasan rakyat apalagi di masa pandemi seperti ini seolah mau ambil kesempatan semakin menggencet rakyat, negara harus hati-hati, kalangan Islam dan nasionalis sudah merapatkan barisan, bila negara terang-terangan murtad dari demokrasi, siap-siap saja gerakan mahasiswa dan masyarakat sipil lainnya mengambil sikap tegas menjaga amanat reformasi”ujar Irwan
Irwan menyebut bahwa Polisi Cyber adalah pekerjaan yang melahirkan kaum pencari muka, bisa saja karena tergiur dengan uang recehan, ada pihak yang rajin jadi pelapor sehingga dilirik oleh penguasa dan sekitarnya
“Tirani termasuk di dunia digital hanya melahirkan ketakutan rakyat dan berkembang biaknya penjilat, mari kita sudahi bernegara palsu dan tidak otentik ini, kita rindu demokrasi yang melahirkan presiden seperti Pak Jokowi, bukankah Pak Jokowi lahir dari demokrasi dan berjanji di awal kampanye dulu kalau ia siap menerima perbedaan pendapat”ujar Irwan Saputra Pajerih
Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.