Oleh Shamsi Ali Al-Kajangi*
Saya ingin memulai dengan mengatakan bahwa Prof. Nazaruddin Umar secara pribadi bagaikan kakak saya. Karenanya saya tidak ada masalah pribadi dan tetap hormat kepada beliau. InsyaAllah relasi dan hubungan silaturrahim akan terus terjalin. Ini sama keadaannya ketika saya harus memilih berbeda pilihan politik dengan tokoh-tokoh nasional yang selama ini memilki hubungan dekat. Saya yakin, pandangan publik termasuk dalam hal hiruk pikuk dunia global, khususnya permasalahan Palestina Israel, tidak merusak hubungan pribadi kita.
Yang ingin saya ekspos ke seluruh bangsa Indonesia, khususnya umat Islam dan tokoh-tokohnya adalah perlunya kejelian dan kehati-hatian dalam menjalin kerjasama dengan AJC khususnya dan Yahudi umumnya. Apalagi dalam konteks di mana saat ini pembantaian yang tidak manusiawi kepada saudara-saudara kita di Palestina terus terjadi. Kerjasama dengan American Jewish Committee (AJC) adalah kelompok advokasi Yahudi yang zionis dan pendukung Israel itu adalah blunder dan merugikan.
Ada beberapa langkah yang AJC lakukan di Indonesia untuk mereparasi wajah buruk Israel di dunia Islam.
Satu, AJC memperkenalkan diri sebagai pahlawan anti Islamophobia. Mereka seringkali menyebut diri sebagai sosok yang membela kepentingan Komunitas Muslim di Amerika khususnya dan Barat secara umum. Hingga kini AJC tidak pernah melakukan apapun di saat terjadi tindakan Islamophobia di Amerika. Di saat Trump jadi Presiden US justeru AJC termasuk yang melobbi agar Trump mengakui Jerusalem sebagai Ibukota Israel.
Dua, AJC lebih mengedepankan diri sebagai organisasi Yahudi yang berjuang melawan anti semitisme. Secara khusus perlawanan anti semitisme ini lebih banyak dilakukan oleh satu organisasi bernama ADL (Anti Defamation League). AJC tidak bergerak secara khusus di bidang ini. Karenanya kata melawan antisemitism adalah melawan anti Israel. Karena memang mengeritik Israel dianggap anti semitisme.
Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.