Oleh: redaksi MS
Sudah bertahun-tahun dana desa (DDS) dan alokasi dana desa (ADD) mengalir ke pelosok. Rata-rata Rp1,5 hingga Rp1,8 miliar per tahun per desa di Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan angka yang secara fiskal sangat signifikan. Ditambah lagi dengan program-program kabupaten seperti jalan tani, bantuan pertanian, dan kegiatan lintas OPD (seperti DAK dari sektor PUPR, pendidikan, kesehatan, dan lainnya), semuanya menyasar masyarakat desa.
Jumlah penduduk rata-rata desa yang berada di kisaran 1.500–1.800 jiwa memberi rasio yang sebenarnya sangat potensial: setiap rupiah anggaran publik seharusnya bisa dirasakan langsung oleh warga.
Namun fakta yang tidak bisa dibantah adalah: sebagian besar desa masih miskin, pendapatan per kapita stagnan, daya beli rendah, dan kemampuan warga dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masih tergolong lemah. Maka muncul pertanyaan yang harus dijawab dengan jujur: ada apa sebenarnya?
Di sinilah sebetulnya pentingnya menguatkan peran Camat sebagai mitra strategis pemerintah desa, bukan sekadar sebagai pengawas administratif, tetapi juga sebagai fasilitator penguatan ekonomi lokal. Koordinasi lintas desa dan sinergi program pemberdayaan perlu didesain secara kreatif dan proaktif, agar APBDes benar-benar mampu menjadi pemantik ekonomi, bukan hanya ajang belanja tahunan yang habis dalam laporan kertas.
Namun tanggung jawab terbesar tetap berada pada kepala desa. Apakah ia punya kreasi ekonomi? Apakah ia mampu merancang program yang menstimulasi kerja, produksi, dan distribusi nilai tambah di masyarakat? Sebab pada akhirnya, kesejahteraan tidak turun dari langit anggaran, tapi lahir dari daya cipta dan kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil.
Eksplorasi konten lain dari Mitra Sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.