Palopo, Mitrasulawesi.id — Jufuf Manggabarani tersohor di Palopo dengan keberanian melawan maut untuk mengamankan daerah Palopo dari kekacauan oleh ulah begundal Preman yang sudah berkuasa cukup lama di Palopo.
Pria yang sering disapa “Puang Oca” ini dihadapkan dengan kelompok preman Palopo yang terkenal sering membuat kekacauan.
Satu pekerjaan rumah harus diselesaikan, yakni menghadapi begundal bernama Sukri. Sudah 16 tahun Sukri berkuasa. Tak ada satu pun polisi yg berani menerima tantangannya untuk baku tembak dari jarak dekat.
Bukan Jusuf namanya jika ciut menghadapi yang model begini. Saat itu dia berpangkat komisaris besar (Kombes). Dengan naik trail dan pakaian Brimob, Jusuf selempangkan senjatanya. Dia tancap gas membelah jalan raya menuju Mangkutana.
Sampai di lapangan, Sukri sudah menunggu dengan senjata rakitan Pa’Poro. Jarak tembak maksimum 45 meter. Keduanya pun bersiap melepaskan timah panas. Hidup atau mati tergantung nasib.
Anak buah Jusuf diam-diam ikut. Sukri juga ditemani para loyalisnya. Lalu Jusuf membuka kancing bajunya. Ditunjuk dadanya sebagai sasaran tembak.
“Terserah kamu mau tembak bagian mana yang enak-enak,” tantangnya dikutip dari buku ‘Jusuf Manggabarani Cahaya Bhayangkara’ karya Nur Iskandar.
Ajudan Jusuf gamang. Ada juga yang teriak, ‘jangan komandan’. Jusuf membalas, “ah kau nonton saja,” kata polisi yang pernah tugas di Aceh, Kalimantan dan Timor Timur ini.
“Isi pelurumu sebanyak-banyaknya! Pilih yang besar-besar agar mantap nembaknya,” kata Jusuf sesumbar.
Setelah semua siap suasana hening. Situasi berubah setelah terdengar letusan tembakan, dor, dor, dor. Ternyata Sukri lebih awal menembak. Tewaskah Jusuf??
Ternyata timah panas itu berguguran di depan Jusuf. Semakin banyak peluru dimuntahkan, makin berjatuhan peluru itu. Para anggota pun bersorak melihat kejadian ajaib itu. Mereka terheran-heran dengan kemampuan sang komandan.
“Pelurunya jatuh. Sekarang giliran saya ya,” kata Jusuf membuat lutut Sukri gemetar. Dor! Sukri tak berdaya, lengannya ditembus timah panas.
Jusuf mendekati Sukri. Selongsong pelurunya dibuka lalu serbuk timahnya dibubuhi ke lubang tembakan. Dia menyuruh anak buahnya untuk membawa sang jagoan kampung itu ke rumah sakit.
Sesuai komitmen, jika kalah Sukri yang dikenal sebagai beking preman di kawasan perkebunan Kakao beserta anak buahnya menyerah. Ada puluhan yang bertekuk lutut, tetapi lima saja yang diperiksa. Kepala desa juga diciduk karena terlibat kejahatan Sukri.
Sejak kejadian itu menyebar dengan cepat jika Jusuf punya ilmu kebal. Banyak yang datang ‘menyembah-nyembah’ Jusuf agar diturunkan ilmu tirai. Menurutnya, untuk menguasai ilmu itu harus memiliki nyali.
“Kalau pelurunya nyampai betul wah tewas kita,” ujarnya sambil tertawa.
Kapolda Sulawesi Selatan saat itu rupanya penasaran juga dengan kemampuan Jusuf. Dia bertanya langsung ketika Jusuf melaporkan kejadian tersebut.
“Sebentar saja ditangani komandan. Diskresi di lapangan,” kata Jusuf.
“Saya dengar kamu ada ilmu tirai?” tanya sang Kapolda.
“Ah itu ilmu naksir jarak saja komandan. Kalau mata kurang jelas itu sudah 60 meter. Saya suruh dia berdiri di jarak 60 meter. Saya mundur sedikit, maka aman,” jawab Jusuf.
Sang Kapolda pun tertawa mendengar itu. Jusuf memang dikenal agak nyeleneh, gimana tidak seorang Wakapolda meladeni tantangan Sukri si preman kampung.
Setelah itu kariernya terus melesat. Jusuf sempat menjadi Dansat Brimob, lalu Kapolda Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sulsel. Lalu, dia menjabat sebagai Kadiv Propam dan Irwasum.
Jusuf merupakan jebolan Akademi Kepolisian 1975. Dia pensiun dengan pangkat komisaris jenderal (Komjen) dengan jabatan terakhirnya adalah Wakapolri.
Sumber : Buku Jusuf Manggabarani Cahaya Bhayangkara
Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.