Opini, MitraSulawesi.id– Bulan februari bulan bersejarah terhadap Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Tahun ini organisasi dengan logo berbentuk pena yang berwarna hijau hitam kini berusia 75 tahun. 75 tahun bukan lagi usia muda, melainkan HMI usianya semkain tua.
Perjuangannya selama 75 tahun membuat namanya semakin besar, tidak heran HMI melahirkan banyak Tokoh Nasional. Yah, Tokoh Nasional yang ada saat ini mereka lahir dan berperoses puluhan tahun yang lalu, dan sangat berbeda peroses HMI saat ini. Bukan begitu ?
Peroses yang ada di HMI sejak puluhan tahun yang lalu dan hari ini memiliki dinamika yang berbeda. Keberhasilan dan karya mereka membuatnya menjadi Tokoh Nasional dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi kader-kader HMI saat sekarang ini, sehingga dengan menjual nama tokoh-tokoh alumni menjadi senjata ampuh para kader untuk menarik simpati para mahasiswa untuk bergabung di HMI, disbanding menjual kualitas diri dengan prestasi dan karya yang ia buat untuk menarik simpati mahasiswa bergabung di HMI. Bukan begitu ?
Kader-kader HMI dikenal suka mengkritik dan memberikan kontribusi pemikiran, baik itu dituangkan dalam bentuk adu gagasan, demonstrasi, maupun dalam bentuk narasi. Suka mengkritik bukan berarti HMI terlepas dari kritikan. Milad HMI mestinyan bahan refleksi untuk merekonstruksi arah dan perjuangan HMI.
Milad HMI yang ke 75 dengan tema “Arah Baru HMI : Berdaya Bersama Menuju Indonesia Emas 2045. Tema ini bukan berarti hanya bumbu-bumbu pemanis di momentum milad semata, melainkan tema ini juga harus menjadi komitmen perjuaangan kelembagaan menuju arah yang lebih baik lagi.
Tema milad HMI tahun ini cukup menarik, sayangnya, kader HMI lebih banyak mengkampanyakan milad HMI dengan mengupload foto twibbon dibanding menuangkan ide dan gagasannya. Ironis tidak ?
Semestinya beranda media social dipenuhi dengan gagasan yang kostruktif terkait bagiamana arah HMI menuju Indonesia emas 2045 sesuai tema milad HMI dibanding peredaran foto twibbon, sehingga di public HMI tidak terkesan kehilangan eksistensinya yang substantive. Lantas, masikah layak HMI mencetak tokoh-tokoh pemikir ?
Dari sekian banyak kader HMI yang ada di seluruh Indonesia hanya segelintir orang yang menuangkan ide dan gagasannya dalam bentuk naratif, baik itu melalui media social yang ada maupun media mainstream. Apakah fakta hari ini penanda kader HMI miskin narasi ?
Kemiskinan narasi kader penanda HMI benar-benar sudah tua, usianya 75 tahun membuat spirit perjuangannya semakin lemah. Saya teringat ungkapan Nurcholis Madjid atau Cak Nur “HMI sebaiknya dibubarkan saja, agar tidak menjadi bulan-bulanan dan dilaknat”, kata Nurcholish Madjid dalam Seminar Kepemimpinan dan Moralitas Bangsa di Auditorium LIPI, Jakarta, 13 Juni 2002. Mari menjadikan momentum milad HMI sebagai bahan refleksi guna menjadikan HMI lebih baik lagi.
Penulis
Hamka Pakka
Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.