Sidrap, MitraSulawesi.id– Beberapa hari yang lalu telah terjadi penembakan di Papua. Peristiwa itu menewaskan beberapa orang, 2 diantaranya berasal dari Sulawesi.
2 pria itu bernama Taufan Amir (42) dan Mahmud Ismaun (52). Mereka menjadi korban penembakan KKB di Nduga, Papua.
Mereka berangkat ke Papua bukan tanpa alasan. Perjuangan untuk bisa tetap hidup memaksakan mereka meninggalkan pulau Sulawesi untuk mencari nafkah demi anak dan istri.
Keduanya merupakan bagian dari 10 korban tewas penembakan KKB di Kampung Nogolait, Distrik Kenyam, Nduga, Papua pada Sabtu (16/7). Keduanya kini telah dibawa dan dimakamkan di kampung halaman masing-masing.
Kisah Taufan Amir
Taufan Amir baru saja merantau dari Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel) ke Papua pada awal 2022 lalu. Taufan merupakan ayah dari 2 orang anak. Namun saat merantau ke Papua almarhum hanya membawa istri dan seorang anaknya yang masih balita.
“Jadi atas keinginan sendiri dia berangkat ke sana (Nduga, Papua). Pekerjaannya di sini sebelum berangkat ke Papua itu pembuat batu bata,” ujar kemenakan almarhum Taufan Amir, Iksar Rais yang kami lansir dari detik.com, Selasa (19/7).
Sebelum merantau ke Papua, Taufan di Selayar hanya bekerja sebagai buruh pembuat batu bata. Karena penghasilannya tidak mencukupi untuk menghidupi keluarga, Taufan akhirnya memilih merantau ke Nduga, Papua untuk mengadu nasib.
“Kan kalau di Selayar (penghasilannya) hanya cukup untuk makan sehari-hari, itu biasa didapat sehari antara Rp 20 ribu sampai Rp 30 ribu. Apalagi almarhum juga belum punya rumah tetap. Jadi ke sana (Papua) karena itu, faktor ekonomi,” kata Iksar.
Lagi-lagi Iksar menceritakan, almarhum berangkat ke Papua melalui seorang yang dia kenal. Orang tersebut merupakan seorang pengusaha pembuat batu bata di Papua, dan rencananya almarhum bekerja di tempatnya.
Namun karena tempat yang dimaksud belum ada lowongan, almarhum akhirnya bekerja di salah satu kios dan tinggal bersama istri dan anaknya di kios tersebut.
“Saya dekat sekali dengan beliau. Jadi dia itu sempat menawarkan diri dengan seorang yang dikenal di Papua bernama Hj. Sahabut. Komunikasi terakhir, Hj. Sahabut tidak menerima karena karyawannya penuh, cuman dia ngotot berangkat dan Hj Sahabut bilang, yah ke sini saja, tapi lowongan sudah tidak ada karena karyawannya sudah penuh,” jelasnya.
Almarhum Taufan akhirnya dibunuh secara sadis oleh teroris KKB di kios tempat dia menumpang di Nduga, Papua.
Kisah Mahmud Ismaun
Sementara korban Ismaun merupakan warga asal Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng). Lain halnya dengan Taufan, Mahmud bekerja sebagai sopir Bupati Nduga.
Sebelum meninggal, Taufan sempat memberi kabar kepada keluarganya yakni kepada seorang istri dan empat orang anaknya. Dia juga sempat berpesan agar anak-anaknya saling menjaga.
“Sebelum kejadian itu almarhum bapak telepon saya, dia berpesan, ‘Nak, kamu saling menjaga, kau gantikan juga bapak jaga adik-adikmu, gantikan bapak antar jemput adikmu urus tugas kuliahnya, karena adik saya yang terakhir ini kan sementara kuliah,” ungkap Angki (26), anak kedua Ismaun yang kami lansir dari detik.com Selasa (19/7).
Angki mengungkapkan almarhum ayahnya juga menyampaikan jika berencana pulang pada Jumat (15/7) kemarin. Hal itulah yang membuatnya merasa sangat sedih bersama ibu dan saudaranya.
“Itu yang bikin kami terpukul ternyata bapak betul pulang tapi dalam keadaan tidak bernyawa, memang sudah ada tanda-tanda dari bapak,” tuturnya.
Angki kemudian menceritakan sosok ayahnya di mata keluarga. Almarhum dikenal selalu memberikan kasih sayang terhadap anak-anaknya.
“Kami ada empat orang bersaudara, dan bapak selalu berikan kasih sayang, bapak saya saja berangkat ke Papua tinggalkan kami di sini itu demi kami anak-anaknya,” tutur Angki.
Angki menjelaskan almarhum adalah sosok pekerja keras. Meski sedang berada di perantauan sejak 2020 lalu, Ismaun tidak melupakan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah.
“Sosok bapak ini di mata keluarga adalah bapak yang sangat bertanggung jawab dan paling baik sama anak-anaknya dan keluarganya,” imbuhnya.
Dia pun mengaku sangat sangat merindukan sosok ayahnya. Kini, Mahmud Ismaun pun balik ke kampung halaman, namun dalam keadaan tidak bernyawa.
“Saya bersaksi sebagai anak bahwa bapak saya ini orang baik,” tandas Angki.(HK/tim)
Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.