Makassar,Mitrasulawesi.id– Polemik masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketentraman di lingkungan wilayah setempat tidak mendapat respon positif oleh pemerintah setempat apalagi menurutnya pemasangan plang/pagar di anggap tidak berkordinasi dengan pemerintah setempat, Jum’at, 23 September 2022.
Alasan utama pemasangan pagar penutup lorong karena pada malam hari, keamanan tidak terjamin. Salah seorang warga berinisial ‘T’ membenarkan beberapa bulan lalu pernah dimasuki pencuri bersembunyi didalam, tidak ada yang bantu, hingga dilaporkan ke Polisi. Makanya untuk mencegah berulangnya peristiwa itu, warga berniat memasang pagar, dan Lurah Melayu Baru melarangnya.
“Pertimbangan kami untuk mendukung lorong wisata, sebagai program Walikota Makassar, mestinya didukung pak lurah bukan malah menghambat,” paparnya.
Harapan keluarga Elsye Ticualu, untuk bisa menjaga keamanan dan kenyamanan lingkungan tinggal keluarganya, dengan memasang pagar lorong terhambat, Kepala Kelurahan Melayu Baru, Andhy Richard Andreas, melarang. Menurut Elsye lurah telah bertindak melebihi kewenangannya
“Kami sadar bahwa Pasar Bacan itu sudah ada sejak berpuluh tahun, namun jangan lupa keamanan warga dan kebersihan lorong harus dipelihara, apa lagi perluasan pasar silahkan, jangan sampai hak-hak warga dirugikan, bahkan terkesan tidak dihormati secara hukum,” papar alumni Jurnalistik, Fisip Unhas era 1980 itu.
Sembari menambahkan warga tidak mempersoalkan rencana perluasan pasar, tetapi pendekatannya harus manusiawi, dan juga mendengar aspirasi masyarakat yang berdiam di kawasan itu, karena mereka yang 24 jam dan berpuluh tahun merasakan situasinya.
Warga heran karena ada yang mengaku wartawan, bahkan yang juga pengurus pasar dan LPM Kelurahan Melayu Baru, yang mengeluarkan kata-kata tidak sopan, dan mengancam, saat warga meminta agar pengeloaan penjual tertib dan tidak menutup depan lorong, tempat keluar masuk warga.
Tulisan peringatan agar menjaga kebersihan usai pasar juga tidak diindahkan.
“Sekarang saya dan keluarga juga mulai dirugikan, untuk menjaga keamanan rumah warga berjumlah 15 petak dalam lorong, dengan berniat memasang pintu pagar malah dilarang.
Dengan alasan fasilitas umum yang tidak boleh kami kuasai,” salut Elsye dengan nada heran, karena sudah puluhan tahun rumah warisan keluarganya itu mereka diami, dan baru kali ini diperlakukan tidak sopan.
“Kami tidak mempersoalkan keberadaan pasar, karena sudah berpuluh tahun ada disitu, yang kami persoalkan adalah hak-hak warga yang bermukim di kawasan itu juga dihargai,” paparnya.
Terutama Lemaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) yang tugasnya adalah pemberdayaan masyarakat, mestinya memahami keluhan dan kegelisahan masyarakat.
Informasi yang diperoleh melalui salah satu pedagang Pasar Bacan, retribusi mereka bervariasiminimal Rp15 ribu per hari. Itu di luar jualan meja lapak bagi penjual yang harganya juga beragam dan menyentuh jutaan rupiah. Pedagang yang enggan dimediakan itu, mengaku tidak mengetahui adanya keluhan warga, juga tak keberatan jika lorong milik warga itu dipasangi pagar, karena hak mereka, ujar pedagang yang sudah 10 tahun berjualan di Pasar Bacan.
Sementara itu saat dikonfirmasi ke Lurah Melayu Baru Andhy Richard, membenarkan larangan pemasangan plang/Pagar lorong yang ada di dekat Pasar Bacan.
“Terkait pemasangan pagar, memang kami sudah beberapa kali mau bertemu dengan ibu Elsye tetapi rumah yang tempati jarang ada orang, apalagi pemasangan pagar tersebut tidak berkordinasi dengan RT/RW, sehingga menimbulkan polemik di masyarakat,” salut Lurah saat dikonfirmasi melalui telfon.
Saat ditanyakan keterlibatan LPM dalam pengelolaan pasar tersebut, Lurah membenarkan bahwa yang mengelola pasar tersebut adalah ketua LPM sebagai pengelolaan kawasan pasar.
“Memang pasar Bacan ini dikelolah langsung ketua LPM sebagai pihak ke 3 dari PD Pasar, untuk mengatur maupun pengelola restribusi pasar tersebut,” tutur Andhy.(rls/tim)
Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.