Kemudian Rasulullah mengambil Fatimah dari gendongan istrinya, dan diletakkan di tempat tidur. Rasulullah yang lelah sepulang berdakwah dan menghadapi segala caci-maki serta fitnah manusia itu, lalu berbaring di pangkuan Khadijah hingga tertidur.
Ketika itulah Khadijah membelai kepala Rasulullah dengan penuh kelembutan dan rasa sayang. Tak terasa air mata Khadijah menetes di pipi Rasulullah hingga membuat beliau terjaga.
“Wahai Khadijah, mengapa engkau menangis? Adakah engkau menyesal bersuamikan aku?” tanya Rasulullah dengan lembut.
Dahulu engkau wanita bangsawan, engkau mulia, engkau hartawan. Namun hari ini engkau telah dihina orang. Semua orang telah menjauhi dirimu. Seluruh kekayaanmu habis. Adakah engkau menyesal, wahai Khadijah, bersuamikan aku?” lanjut Rasulullah tak kuasa melihat istrinya menangis.
“Wahai suamiku, wahai Nabi Allah. Bukan itu yang kutangiskan,” jawab Khadijah.
“Dahulu aku memiliki kemuliaan, Kemuliaan itu telah aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya. Dahulu aku adalah bangsawan, Kebangsawanan itu juga aku serahkan untuk Allah dan Rasu-lNya. Dahulu aku memiliki harta kekayaan, Seluruh kekayaan itupun telah aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya.”
“Wahai Rasulullah, sekarang aku tak punya apa-apa lagi. Tetapi engkau masih terus memperjuangkan agama ini. Wahai Rasulullah, sekiranya nanti aku mati sedangkan perjuanganmu belum selesai, sekiranya engkau hendak menyeberangi sebuah lautan, sekiranya engkau hendak menyeberangi sungai namun engkau tidak memperoleh rakit atau pun jembatan, maka galilah lubang kuburku, ambillah tulang-belulangku, jadikanlah sebagai jembatan bagimu untuk menyeberangi sungai itu supaya engkau bisa berjumpa dengan manusia dan melanjutkan dakwahmu.”
“Ingatkan mereka tentang kebesaran Allah, Ingatkan mereka kepada yang hak, Ajak mereka kepada Islam, wahai Rasulullah.”
Rasulullah pun tampak sedih.
“Oh Khadijahku sayang, kau meninggalkanku sendirian dalam perjuanganku. Siapa lagi yang akan membantuku?”
“Aku, ya Rasulullah!” sahut Ali bin Abi Thalib. jawab, menantu Rasullulah.
Di samping jasad Siti Khadijah, Rasulullah kemudian berdo’a kepada Allah.
“Ya Allah, ya Ilahi Rabbi, limpahkanlah rahmat-Mu kepada Khadijahku, yang selalu membantuku dalam menegakkan Islam, Mempercayaiku pada saat orang lain menentangku, Menyenangkanku pada saat orang lain menyusahkanku, Menenteramkanku pada saat orang lain membuatku gelisah.”
Dijelaskan dalam buku Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad karya KH. Moenawar Chalil, saat menikah dengan Khadijah, Rasulullah masih berusia 25 tahun. Sedangkan Siti Khadijah sudah berusia 40 tahun dan berstatus sebagai seorang janda.
Siti Khadijah adalah cerminan istri yang sholehah. Ia selalu menemani perjalanan Rasulullah dan membela setiap perjuangannya. Menurut riwayat, Siti Khadijah wafat pada usia 65 tahun saat usia Rasulullah sekitar 50 tahun. Tepatnya pada 11 Ramadan tahun ke-10 kenabian Rasulullah SAW.
Kabar meninggalnya Khadijah membawa duka mendalam bagi Rasulullah. Pasca kepergiannya, Rasulullah menjalani tahun kesedihan yang dikenal dengan istilah amul huzni.
Qatadah, Az-Zuhri, ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqil, Ibnu Ishaq menyatakan,
“Khadijah adalah orang yang pertama beriman kepada Allah dari laki-laki maupun perempuan dan tidak ada yang menyatakan selain itu.”
Ibnul Atsir menyatakan, “Khadijah adalah yang Allah tetapkan masuk Islam pertama kali, tidak ada laki-laki maupun perempuan yang mendahuluinya.” (Dinukil dari Ummahat Al-Mukminin, hlm. 174).
Imam Adz-Dzahabi menyatakan pula, “Khadijah Ummul Mukminin adalah orang yang pertama kali beriman pada (ajaran) Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan membenarkannya sebelum yang lainnya.” (Siyar A’lam An-Nubala’, 2:109)
Demikianlah kisah wafatnya Sayyidah Khadijah di bulan Ramadhan.
Beliau dimakamkan di kompleks pemakaman Al Ma’la yang berada di Masjidil Haram, Makkah. (#*#)
Eksplorasi konten lain dari Mitra Sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.