Jakarta, mitrasulawesi.id – Skema pidana mati alternatif ini menjadikan tindak pidana yang bersifat khusus berubah menjadi tindak pidana yang sangat serius atau yang luar biasa.
Sebagaimana termaktub dalam Pasal 67 KUHP Baru dan penjelasannya, diantaranya kasus tindak pidana narkotika, tindak pidana terorisme, tindak pidana korupsi, dan tindak pidana berat terhadap hak asasi manusia.
Sebagai tambahan informasi dilansir HukumOnline.com, Kamis 10 April 2025 bahwa KUHP baru yang dimuat dalam UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, yakni pada tahun 2026 mengatur pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dan mengayomi masyarakat.
Pidana mati dalam KUHP baru tidak terdapat dalam stelsel pidana pokok. Pidana mati ditentukan dalam pasal tersendiri untuk menunjukkan bahwa jenis pidana ini benar-benar bersifat khusus sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat.
Pidana mati adalah pidana yang paling berat dan harus selalu diancamkan secara altematif dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.
Sementara, Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra dilansir dari kompas.com menegaskan, hukuman mati dalam KUHP baru tidak akan langsung mengeksekusi terpidana.
Sebab, kata dia, dalam Pasal 99 dan 100 KUHP baru mengatur adanya ruang kepada hakim untuk menjatuhkan hukuman mati dengan masa percobaan 10 tahun.
“Apabila selama masa itu terpidana menunjukkan penyesalan dan perubahan perilaku, maka Presiden dapat mengubah pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup,” kata Yusril dalam keterangan tertulis, Rabu (9/4/2025).
Eksplorasi konten lain dari Mitra Sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.