Mitrasulawesi.id– Menjawab pertanyaan seperti ini memerlukan ketelitian. Dan bacaanya menyertakan kaidah objektif agar kemurnian pikir mampu menjangkau variabel lain yang masih bersifat misteri.
Konflik di Jalur Gaza sudah cukup tua secara usia. Berulang-ulang penyelesaian ditempuh dengan jalan damai (gencatan senjata), namun tetap saja kekerasan kembali terjadi hingga mengakibatkan perang pada hari-hari sesudahnya.
Maka dimaksud variabel lain semisal Geopolitik, dan animasi kapitalis merupakan faktor X yang diduga berpengaruh terhadap jalan damai yang di impikan. Hal ini dapat di telaah dari sikap beberapa negara Dunia sejak perang Gaza berkecamuk. November 1947 keluar resolusi PBB berisi pembagian wilayah Palestina bagi Yahudi dan Muslim. Namun resolusi tersebut ditolak keras karena tidak sesuai keingingan Muslim Palestina.
Setelahnya terjadi konflik-konflik kecil hingga perang besar yang mengakibatkan korban jiwa baik prajurit hingga masyarakat sipil. Dan masih terus terjadi hingga sekarang – Mei 2021 dimana perang Mei tepat akhir Ramadhan 1442 H. Sejak resolusi PBB 1947 hingga kini, negara-negara mana di belakang Israel, dan mana dipihak Palestina, pembaca yang rajin ikut berita dan informasi tentang Perkembangan Jalur Gaza pasti mengetahui. Boleh dikata duel kekuatan berdiri secara sekutu-is untuk mencaplok perhatian dunia.
Hamas sebagai organisasi sayap militan Palestina terus mendapat dukungan dari negara-negara tertentu dalam bentuk semisal perluasan gerakan hingga bantuan persenjataan. Sedangkan Israel memiliki kekuatan militer dan alat perang yang lengkap dan canggih, juga membangun hubungan lebih dari sekedar diplomasi biasa dengan beberapa negara yang memiliki multi power untuk memperoleh kekuatan politik.
Dahsyatnya, negara-negara yang di duga terlibat secara masif dan terencana tersebut berjubah pemerhati damai lalu mengangkat Hak Asasi sebagai topik ampuh untuk membuka akses ke Jalur Gaza. Anehnya dengan topik yang sama pula Israil mendapat kecam dengan dalih melanggar Hak Asasi warga sipil dan anak-anak di Palestina. Sedangkan satu pihak mengeluarkan seruan damai dengan statemen halus seolah-olah mendukung Israil agar terus berjuang memperoleh haknya di Tanah Perjanjian.
Jika memaksa otak bergeser sedikit dari isu Agama dan Tanah, tentu kita tiba pada sebuah antitesa. Dimana Perang Gaza berdiri secara terpisah, Isarel – Palestina dengan satu motivasi perebutan wilayah, dengan negara pendudukung dua pihak membawa misi perdagangan Alat Utama Sistem Pertahanan Senjata (alutsista).
Bergeser lagi ke perspektif lain. Jika benar konflik Gaza semata-mata berdasar Teologis, mengapa Arab Saudi dan beberapa negara Islam lainnya di Timur Tengah tidak merapat ke Jalur Gaza sejak dulu? Malah konon kabar Kerajaan Arab sedang membangun hubungan mesra dengan sekutu Israel di tengah jerit tangis warga Palestina.
Padahal derita Rakyat Palestina adalah derita seluruh Umat se-Iman Dunia (begitu pesan agama). Apalagi di sana terdapat satu bangunan Masjid bersejarah (al-Aqsa) yang tidak sekedar simbol Islam, melainkan mengandung nilai-nilai yang mengilhami terbentuknya Peradaban Islam. Dan berikut beberapa negara-negara di Eropa yang merupakan basis Teologis memiliki sejarah panjang dengan bangsa Israel. Beberapa negara tersebut memilih diam, dan atau belum bersikap terbuka dengan dukungannya kecuali seruan damai.
Kemudian berapa banyakkah kekayaan yang bersembunyi di dalam perut bumi Palestina sehingga begitu dahsyat pengaruhnya ke seluruh dunia? Boleh dikata semua Agama Langit memiliki hubungan histori dengan Tanah Palestina.
Sehingga wajar jikalau Tanah ini begitu berharga dan termasuk aset religius di mata orang-orang beriman khususnya penganut Agama-agama Samawi. Namun menyertakan aspek yang Geopolitik dan Animasi Kapitalis sebagai skala banding atas isu Agama dan Batas Tanah. Bahwa Perang di Jalur Gaza tidak semata-mata antara Israel – Palestina dalam mewakili klaim agama di atas Tanah Perjanjian, batas wilayah, dan atau benturan Agama.
Narasi berikut ini mungkin membawa kita ke satu pemahaman tentang mengapa perdamaian (gencatan senjata) selalu gagal di di jalur Gaza. Adalah bahwa negara-negara maju telah memproduk tekhnologi canggi dan senjata modern, yang dengan itu menghabiskan anggaran dalam jumlah yang banyak. Rasanya sia-sia bila semuanya itu tidak dipergunakan.(rls/tim)
Penulis:Subhan Elewarin
Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.