Gowa,Mitrasulawesi.id– Lembaga Adat Karaeng Pattalassang prihatin dengan kondisi kebudayaan yang kian luntur, hal ini membuat Rumpun Karaeng Patallassang, ikut terpanggil menggelar dialog Kebudayaan dengan tema “Mengupas Peradaban Pattalassang, di Masa Lampau” yang dilaksanakan di kantor desa Pallantikang Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa.
Kegiatan Dialog Kebudayaan yang dihadiri Perwakilan Balai Pelestarian Nilai Budaya Drs.Nur Alam Saleh M.Pd, Peneliti Balai Arkeologi Syahruddin Mansyur, M.Hum, Pamong Ahli Budaya BPCB Provinsi Sul-Sel Drs. Haeruddin Assegaf MM, Raja Gowa ke-38 Andi Kumala Idjo Daeng Sila Karaeng Lembang Parang, dan Ketua Lembaga Adat Karaeng Pattalassang Muh Idris Mone M.Kes Daeng Mappakaya, Kamis (20/5).
Kegiatan yang dihadiri dari berbagai organisasi, Mahasiswa maupun pemangku adat di Gowa, di buka dengan penyambutan Ngaru dan Tari Paduppa.
Haeruddin Assegaf yang juga Ketua Unit Pengamanan dan Penyelamatan BPCB menuturkan bahwa Pelestari Cagar Budaya bukan hanya tanggung jawab BPCB, tetapi juga tanggungjawab Pemda setempat.
“Saat ini yang kami lestarikan itu bersifat nasional, dan jika ada situs sejarah yang ada di kabupaten itu juga tanggungjawab Pemda setempat,” tutur Haeruddin di sela sela Diskusi.
Haeruddin juga mengungkapkan di dalam UU Pelestarian Cagar Budaya No 10 tahun 2011, jelas tertuang bagaimana cara penetapan situs sejarah.
“Didalam UU, jelas tertuang ada 3 aspek yang harus berperan dalam Pelestarian nilai budaya, selain, BPCB, Pemda, dan masyarakat itu sendiri,” tuturnya.
Masyarakat setempat pun meyakini ada beberapa tempat, maupun benda yang diduga Cagar Budaya, diantara adanya Makam Dampang Daeng Ma’Lotteng sebagai pimpinan wilayah (Raja) pertama di Pattalassang pada abad ke 16, adanya Bungung Lompoa (Sumur Besar) yang diyakini sudah berumur ratusan tahun, adanya batu Pallantikang sebagai tempat pelantikan para raja raja dimasa lampau, Danau Kalaborang yang dianggap punya Historis panjang dalam dunia sejarah, dan beberapa makam makam tua yang ada di Pattalassang.
Muhammad Yusuf Mone, Daeng Ma’Lotteng yang juga ketua Panitia pelaksana menyebutkan bahwa kagiatan yang diselenggarakan sebagai bentuk Pelestarian buat generasi muda.
“Saat ini kami miris melihat kondisi kebudayaan yang sudah mulai pudar, apalagi generasi muda sudah buta dengan sejarah dan peradaban yang pernah ada, hal ini lah yang mendorong kami menggelar kegiatan Dialog Kebudayaan untuk menjaga Pelestarian itu,” tutur Yusuf Mone sapaan akrabnya.(rls/tim)
Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.