Opini, MitraSulawesi.id– Mengawali tulisan ini penulis ingin mengutip suatu ungkapan dari Naomi Klein, ia mengatakan “Demokrasi Bukan Hanya Untuk Memilih. Itu adalah hak untuk hidup bermartabat.”
Dari kutipan hal diatas dan di perhadapkan dengan kenyatan peroses Demokrasi yang ada di Indonesia saat ini apakah sudah memberikan hak untuk hidup bermartabat atau tidak ? jika iya, maka anda tidak usah membaca tulisan ini hingga selesai, karena jika anda membaca sama halnya anda mencari uang pada dompet yang kosong. Jika tidak, maka tidak ada salahnya anda membaca tulisan ini sampai selesai.
Jika seseorang mempertanyakan tentang kontribusi anda terhadap negara anda, kira-kira apa jawaban anda ?
Lahirnya pemimpin yang tidak berintegritas apalagi berkapasitas berasal dari peroses demokrasi yang kurang berkualitas, sehingga perlu adanya partispatif dari masyarakat dalam mengawal demokrasi. Demokrasi seperti kita ketahui bersama berorientasi pada kedaulatan rakyat atau rakyat yang berdaulat, sehingga keterlibatan rakyat dalam mengawal peroses demokrasi sangat penting.
Sejarah bangsa telah mengajarkan kita bagaimana pemuda memiliki peranan dalam membangun negeri ini. Tentu hal itu menjadi catatan sejarah buat generasi muda saat ini apakah ia mampu memainkan peranannya ditengah tantangan zaman dihadapinya.
Sering kali pemuda dianggap tongkat estafet pembangunan negeri seperti apa yang pernah dikatakan Soekarno, “Jika kau ingin melihat masa depan bangsa lihatlah pemudanya saat ini.”
Demokrasi yang ada di Indonesia berawal dari masa reformasi. Dimasa inilah salah satu cita-cita gerakan reformasi adalah pembangunan yang berorientasi pada kepentingan rakyat. Sehingga peroses demokrasi yang ada di Indonesia saat ini berkualitas atau tidaknya ada ditangan rakyat.
Terapan-terapan politik uang dan ujaran kebencian seringkali menjadi senjata yang masih ampuh dalam peraktik-peraktik politik yang ada di Indonesia untuk meraih dukungan rakyat, sehingga untuk mewujudkan pemimpin yang berintegritas dan berkualitas baik skala mikro maupun makro dengan maraknya terapan-terapan seperti ini tentu hanya menjadi angan-angan belaka.
Pertanyaannya fenomena-fenomena seperti ini apakah hanya menjadi obrolan di meja kopi ataukah justru harus ada gerakan yang sifatnya real untuk mencegah terapan-terapan politik uang atau ujaran kebencian itu ? Ah sudahlah biar tinta sejarah yang mencatat.
Katanya, pemuda yang notabanenya sebagai agen of change (agen perubahan) patut memainkan peranannnya ditengah carut marutnya demokrasi yang ada saat ini, sehingga tinta-tinta sejarah tentang pemuda bukan hanyalah tertuang di masa lalu saja, melainkan di masa sekarang dan yang akan datang tinta sejarah itu bisa tertuang kembali.
Penulis
Hamka Pakka
Jurnalis MitraSulawesi
Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.