SELAYAR, mitrasulawesi.id – Pakar Hukum Pidana Universitas Muslim Indonesia (UMI), Prof Hambali Thalib menilai, Kejaksaan Negeri Selayar bisa dilaporkan atas tindakan salah seorang jaksa yang dianggap telah merugikan pihak korban.
Jaksa tersebut menangani kasus penganiayaan seorang pelajar di Desa Bontomalling, Kecamatan Pasimasunggu Timur, Kabupaten Kepulauan Selayar.
Di kasus itu, pihak korban mengaku telah beberapa kali dirugikan oleh kejaksaan lantaran surat panggilan sidang berbeda dengan jadwal sidang di Pengadilan Negeri Selayar.
“Saya takutkan ini bukan kelalaian. Ini saya tidak menuduh, tanda petik yah, bisa saja menjadi sebuah strategi untuk mengaburkan laporan koban sebagai korban dari suatu tindak pidana,” terang Prof Hambali Thalib.
Menurutnya, pihak korban sebagai yang berkepentingan dalam kasus itu seharusnya mengajukan surat keberatan karena sudah diperlakukan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Ada hak bagi korban sebagai orang yang berkepentingan untuk melakukan komplain karna merasa dirugikan. Dia bisa membuat surat keberatan kepada kejaksaan, baik kejaksaan tinggi maupun kejaksaan negeri,” lanjutnya.
Prof Hambali menambahkan, masyarakat yang merasa tidak diperlakukan dengan baik saat menjalani kasus hukum perlu mengambil sebuah tindakan seperti keberatan sehingga pihak kejaksaan merasa dikontrol.
“Dia koban dari sebuah kasus dan kedua korban karna dia diperlakukan tidak seharusnya. Inikan dirugikan, nah kerugian yang bisa diminai pertanggungjawaban itu adalah kerugian ril, kerugian materil dan inmateril. Inikan kerugian inmateril. Dia (korban) harusnya mengajukan surat keberatan dan sebagai laporan sekalian, sehingga mereka itu (kejaksaan) merasa dikontrol,” katanya.
Apa yang dilakukan oleh seorang jaksa dari Kejaksaan Negeri Selayar tersebut merupakan bentuk pelanggaran. Karena itu, lanjut Prof Hambali persoalan tersebut perlu dilaporkan.
“Di dalam hukum aturannya ada, ketika ada penegak hukum melakukan itu, maka itu sebuah kesalahan yang seharusnya tidak bisa. Sehingga caranya adalah dilapokan dulu, nanti kemudian tindakan dari pimpinannya akan mencoba mengevaluasi apakah ini dilakukan dengan sengaja atau sebagai sebuah kekeliruan,” ucapnya.
Nantinya, hasil keberatan atau laporan yang dibuat oleh pihak korban yang merasa dirugikan akan menjadi bahan evaluasi pimpinan kepada kejaksaan maupun jaksanya.
“Itu akan jadi bukti pimpinan untuk mengevaluasi kejaksaan. Ini sama dengan dilapor balik jaksanya bahwa dia itu melakukan tindakan kecerobohan, tidak sesuai dengan norma undang undang acara yang berlaku,” pungkas Prof Hambali.
Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.