Kisah Fatata Sebagai Mahasiswa Agen Of Change

oleh -
oleh
Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS), Fatata A’izza Rosyada

Sidrap, MitraSulawesi.id– Mahasiswa merupakan agen of change. Makanya perannya di tengah masyarakat tentu harus memberikan dampak positif. Bukan begitu?

Ya, salah satu Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS), Fatata A’izza Rosyada, kehadirannya ditengah masyarakat memberikan dampak positif terhadap Desa Jatirejo, Kecamatan Jumapolo, Kabupaten Karangnyar.

Gi mana tidak, sejak menjalankan bisnis dalam mengelolah jamur dengan masyarakat di sana, Fatata A’izza Rosyida berhasil meningkatkan penghasilan masyarakat Desa Jatirejo.

Selain itu, masyarakat Desa Jatirejo juga kini kian ahli dalam mengelola jamur sejak menjalankan bisnis bersama Fatata A’izza Rosyada. Memang desa Jatirejo dikenal sebagai sentra penghasil jamur, hanya saja pengelolaannya belum maksimal.

Hal itu di sadari Fatata A’izza Rosyada ketika ia melakukan peroses pengabdian masyarakat bidang social entrpreneurship. Makanya, ia bersama timnya melakukan bisnis tersebut.

Dilansir dari laman resmi UNS (22/7), Fatata menceritakan, perintisan bisnis itu berawal dari kegiatan kemahasiswaan yang sering dilakukan Himpunan Mahasiswa Matematika (Himatika) FMIPA UNS. Di kegiatan pemberdayaan masyarakat tersebut, ia memutuskan untuk berkegiatan di Desa Jatirejo, Kecamatan Jumapolo, Kabupaten Karanganyar.

“Kami melihat Desa Jatirejo memiliki potensi budidaya jamur yang besar. Bahkan per bulannya bisa menghasilkan 3-5 ton jamur per bulan, baik jamur tiram atau jamur kuping. Namun sayangnya, hasil produksi jamur yang dipanen belum bisa dimaksimalkan oleh masyarakat desa, kata Fatata.
“Hal ini karena keterbatasan akses teknologi dan akses pasar. Maka melihat permasalahan tersebut, kami berupaya membantu masyarakat Desa Jatirejo dalam meningkatkan pengolahan pasca panen jamur,” sambungnya.

Baca Juga:  HPMP Sukses Gelar Pelatikan dan Rapat Kerja

Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan Fatata ini berfokus pada peningkatan nilai ekonomi jamur pasca panen. Jenis jamur yang dihasilkan dari desa ini terbilang banyak, mulai dari jamur tiram hingga jamur kuping. Aneka jamur ini tersedia dalam keadaan basah maupun kering.

Kisah Bisnis Jamur Warga Karanganyar dan Mahasiswa UNS

Miris dengan petani jamur yang terkena dampak COVID-19

Selama pandemi COVID-19, Fatata mengatakan, banyak petani jamur di Desa Jatirejo yang penghasilannya menurun. Permintaan pasar terutama pada jamur tiram juga cenderung turun.

“Melihat hal ini, kita tertarik untuk membantu menyiasati hal tersebut,” ujar Fatata.

Gadis yang juga menjadi semi-finalist di IdeaNation Innovation Competition tahun 2019 ini menambahkan bahwa selama ia bersama tim berada di Desa Jatirejo, banyak petani jamur yang menjual jamurnya secara mentah. Padahal sebenarnya, jamur ini bisa diolah menjadi produk konsumsi sehingga meningkatkan nilai jualnya.

Jamur yang diolah dalam keadaan setengah matang atau matang, akan memiliki masa simpan yang lebih lama sehingga bisa awet. Hal ini berpengaruh pada faktor pemasaran yang bisa terbuka lebih luas.

Baca Juga:  Kebun Dg Beta Hampir Meledak, Untung Martir Terciduk

Melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing

Demi bisa mewujudkan niat baiknya, Fatata melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing. Niat baik itu pun di sambut oleh Dosen, Dosen itu menawarkan program yang bisa diterapkan di desa penghasil jamur itu.

“Dari sekitar bulan April – Mei kita konsultasi bersama dosen pendamping dan ternyata ada Program Holistik Pembinaan dan Pemberdayaan Desa (PHP2D). Selanjutnya kita rancang skema kegiatan yang akan kita bawa ke masyarakat di desa tersebut,” terang Fatata.

“Dari hasil survei di lapangan, ternyata memang benar bahwa potensi jamur di Desa Jatirejo sangat melimpah, tapi untuk pemasaran masih terbatas. Setelah dilakukan survei pula, kita juga berinisiasi untuk mengolah produk jamur menjadi makanan,” sambungnya.

Fatata tidak sendiri, ia bersama timnya juga memberikan penanganan terhadap limbah baglog jamur supaya tidak mencemari lingkungan. Sebelumnya, limbah baglog jamur hanya dibuang secara sia-sia
.
Merintis Jare Jamur Fatata dan timnya lantas mulai merintis usaha Jare Jamur pada Juli 2021. Nama ini dipilih dari bahasa Jawa. Kata jare yang bermakna “katanya”, jadi Jare Janur artinya “katanya jamur”.

“Kita pilih singkatan yang unik agar pas orang baca itu ada proses berpikir dan akhirnya terkenang nama produk tersebut,” imbuh Fatata.

Baca Juga:  Desa Balang Baru dan Karang Taruna Rayakan Malam Tahun Baru dengan Zikir dan Do'a

Diakui Fatata, sekilas produk olahan Jare Jamur ini memiliki kesamaan dengan produk jamur yang lain. Namun, yang membedakannya adalah produk Jare Jamur telah bekerja sama dengan petani lokal dan ibu-ibu di Desa Jatirejo.

“Produk ini juga punya cita rasa produk yang khas, murah, dan enak, serta tentunya awet tanpa bahan pengawet. Dengan membeli produk Jare Jamur, konsumen juga ikut membantu memberdayakan petani dan masyarakat di Desa Jatirejo,” kata Fatata.

Saat ini, produk olahan Jare Jamur terdiri dari makanan siap santap yaitu jamur tiram crispy dan jamur kuping crispy. Selain itu, juga ada nugget jamur, serta jamur cireng rujak dalam bentuk frozen.

Banyak suka duka yang dialami Fatata maupun masyarakat desa. Namun, ia berprinsip untuk terus bergerak, terus evaluasi, serta terus belajar dari siapa pun, kapan pun, dan di mana pun.

Gerakan Fatita ini layak di contoh oleh mahasiswa lain, sebagaimana peran seorang mahasiswa sebagai Agent Of Change.(hk/Tim)


Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi

Mulai berlangganan untuk menerima artikel terbaru di email Anda.

Tinggalkan Balasan