Opini: Biografi Pendiri Darud Dakwah Wal Irsyad

oleh -
oleh
Penulis, Mahasiswa STAI DDI Sidrap, Munira

AG. H. Muhammad As’ad al bugisy

Salah seorang ulama yang sangat besar peranannya dalam perkembangan pendidikan Islam di Sulawesi adalah haji Muhammad Assad bin haji Abdul Rasyid Al bugisy. beliau berasal dari Wajo namun kakek dan orang tuanya adalah ulama Bugis yang bermukim di Mekah dan haji Muhammad As’ad sendiri dilahirkan di Mekkah pada tanggal 12 rabiustsani 1326 Hijriyah atau tahun 1907 miladya.

Tahun 1928 ketika berusia 21 tahun haji Muhammad Asad kembali ke tanah leluhurnya di negeri Wajo setiba di Sulawesi Selatan beliau melihat berbagai praktik-praktik dalam masyarakat yang sangat bertentangan dengan akidah Islam seperti penyembahan berhala dan pemberian sesajen kepada benda-benda yang dikeramatkan.

Maka langkah awal yang dilakukannya untuk memerangi kemungkaran itu adalah membentuk perkumpulan tabligh yang beranggotakan murid-muridnya sendiri , beliau sendiri sebagai ketuanya dan langsung memimpin jalannya jemaat tabligh tersebut terkadang berjalan kaki terkadang naik kendaraan dari kota ke desa atau sebaliknya tanpa mengenal lelah.

Berkat ketekunan ketegasan dan kegigihannya dalam waktu yang relatif singkat masyarakat meninggalkan perilaku-perilaku khurafat, syirik dan kemungkaran lainnya salah satu contohnya adalah paham tentang bolehnya memfidyah salat suatu ketika Andre guruta haji Muhammad As’ad diundang menghadiri pemakaman salah seorang kerabat aromatoa Wajo atau raja Wajo haji saat itu beliau ditawari agar berkenan menerima fidyahnya yang meninggal dunia dan semasa hidup meninggalkan salat tawaran itu ditolaknya dan beliau menyampaikan bahwa salat itu tidak boleh di fidyah padahal video itu berupa emas dan uang tunai yang sejumlahnya cukup banyak karena sikap tegasnya itu paham yang sudah melekat pada masyarakat Sulawesi Selatan khususnya di Wajo akhirnya ditinggalkan masyarakat demikian juga tentang mengulang salat zuhur sesudah salat Jumat yang banyak dilakukan masyarakat di daerah Soppeng dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh Datu Soppeng beliau dengan tegas menyatakan bahwa tidak boleh mengulang salat zuhur kalau salat jumatnya sah.

Baca Juga:  Tikus Oportunis di Balik Jeruji Covid-19

Keteguhan sikap Anreguruta haji Muhammad As’ad juga tampak ketika wafat arung arung matoa wajo yang ke-47 Andi Oddang pero . sebagian besar anak cucunya menghendaki agar orang tuanya dikuburkan di dalam masjid Jami Sengkang tetapi Anregurutta melarang hal tersebut dan menyuruh supaya penggalian liang kubur dihentikan . marahlah orang yang melakukan penggalian dan mempertahankan kemauan keluarga arung matowa . Anregurutta tetap bertahan dengan sikapnya akhirnya diadakan musyawarah dengan keputusan bahwa arung matowa Wajo dikuburkan di luar di sebelah barat masjid Jami.

Di samping itu haji Muhammad As’ad aktif memberikan pengajian dengan sistem halaqah di rumahnya atau di masjid. titik berat materi pelajarannya adalah pada masalah aqidah dan Syariah semakin lama pengajiannya itu didatangi oleh santri dari berbagai daerah sehingga sistem halaqa dianggap tidak cocok lagi karena itu pada bulan Mei 1930 beliau membuka sistem pendidikan formal dalam bentuk madrasah atau sekolah di samping masjid Jami Sengkang yang diberi nama madrasah Arabia islamiyah (MAI) . 2 tahun kemudian dibangunlah gedung sekolah permanen di samping kiri dan kanan masjid yang di Sengkang atas bantuan pemerintah kerajaan Wajo bersama tokoh agama dan tokoh masyarakat.

Dari lembaga pendidikan ini lahirlah sejumlah ulama diantaranya haji Abdurrahman ambo dalle , haji Daud Ismail , haji hobe , haji Muhammad Yunus maratan , haji Muhammad Abduh pabaja , haji Muhammad Ambari Said , haji Juned Sulaiman, haji Muhammad Yusuf Hamzah, haji Abdul Muin Yusuf , haji Muhammad Amin Nasir, haji Marzuki Hasan dan lain sebagainya.

Baca Juga:  Opini: Pencetus Organisasi DDI

Pada pelepasan MAI Sengkang ini kemudian mendirikan pesantren di berbagai daerah diantaranya Anregurutta haji Abdurrahman Ambo dalle mendirikan Mai mangkoso lalu bersama Anregurutta haji Daud Ismail dan Anregurutta haji Muhammad Abdul pabaja mendirikan DDI Anregurutta haji Daud Ismail juga mendirikan pesantren yatsrib di watansoppeng Anregurutta haji Juned Sulaiman mendirikan pesantren Ma’had hadits di Watampone dan Anregurutta hajiAbdul Muin Yusuf mendirikan pesantren Al urwatul ustqa dengan sistem pendidikan yang secara umum hampir sama , kecuali haji Marzuki Hasan yang mendirikan pesantren Darul Istiqomah sistemnya agak berbeda dengan pesantren terdahulu.

AG. H. Daud Ismail

Anregurutta Haji (AGH) Daud Ismail. Sosok ulama besar Sulawesi Selatan yang memiliki peran penting terhadap pengembangan syiar Islam di Sulawesi Selatan. Beliau adalah salah seorang arsitek berdirinya Darud Da’wa wal Irsyad (DDI) bersama almarhum AGH Abdurrahman Ambo Dalle dan AGH Muhammad Abduh Pabbajah serta ulama-ulama sunni Sulawesi Selatan lainnya.

Beliau Lahir di Cenrana Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng tahun 1907 M, buah perkawinan dari pasangan H. Ismail dan Hj. Pompola. Daud Ismail adalah seorang yang otodidak, sejak kecil belajar sendiri untuk mengenal aksara Lontara dan Latin. Beliau juga pernah menimba ilmu pada banyak guru, baik di Soppeng (Kabupaten Soppeng) maupun di Soppeng Riaja (Kabupaten Barru), Sulawesi Selatan.

Pada tahun 1942 M Daud Ismail diangkat sebagai Imam Besar di Lalabata, Kabupaten Soppeng, sambil mengajar pada sebuah madrasah. Beliau juga pernah menjadi guru pribadi bagi keluarga Datu Pattojo, tepatnya pada tahun 1944. Karena diakui sebagai seorang ulama yang berilmu luas dan mendalam, Daud Ismail diangkat sebagai Kadhi (hakim) di Kabupaten Soppeng pada tahun 1947. Jabatan ini beliau sandang hingga tahun 1951. Kemudian antara tahun 1951 – 1953 , beliau menjabat sebagai pegawai di bidang kepenghuluan pada Kantor Departemen Agama Kabupaten Bone. Sejak saat ini Daud Ismail telah mulai biasa disapa sebagai Anregurutta.
Gurutta Daud Ismail juga dikenal sebagai ulama ahli tafsir bahkan ia berhasil membuat tafsir (terjemahan) Al-Qur’an sebanyak 30 juz dalam bahasa Bugis. Anregurutta Daud Ismail melahirkan sebuah karya tafsir berbahasa Bugis. Upaya ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat Bugis untuk lebih mudah mengakses dan memahaminya. Terutama agar adanya aksara Lontara, yaitu huruf abjad bahasa Bugis, tidak lekas punah.

Baca Juga:  Opini : Pendekatan dan Tantangan Dalam Manajemen Pendidikan

Anregurutta Daud Ismail memimpin Pondok Pesantren YASRIB sampai menghembuskan napas terakhirnya. Anregurutta Daud Ismail wafat pada usia 99 tahun pada Senin 21 Agustus 2006 sekitar pukul 20.00 WITA, setelah sempat dirawat selama tiga pekan, di Rumah Sakit Hikmah, Makassar. Anregurutta Daud Ismail masih menjabat sebagai Kadhi di Kabupaten Soppeng. Selain itu amanah yang masih disandangnya adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Soppeng tahun 1993-2005.

Penulis
Munira


Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.