Hendra Syarbaini menjelaskan bahwa Penerapan Restorative Justice Perkara Tindak Pidana Umum merupakan langkah dan upaya Kejaksaan RI untuk menyelesaikan perkara diluar pengadilan sepanjang memenuhi syarat tertentu yang mengacu pada Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dapat dilakukan dengan memenuhi tiga syarat prinsip yang berlaku kumulatif Pasal 5 ayat (1), yakni:
Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Kedua, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun. Dan nilai barang bukti atau kerugian tidak lebih dari Rp2.500.000.
Namun dalam penerapannya, untuk tindak pidana tertentu, 3 (tiga) syarat prinsip sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat disimpangi (mengacu pada Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif pada huruf E angka 2) dengan berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (2), untuk tindak pidana terkait harta benda dapat dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif jika tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan ditambah dengan 1 (satu) syarat prinsip lainnya (huruf a + huruf b atau huruf a + huruf c). Adapun perkara tindak pidana pencurian tersebut dapat diupayakan untuk dihentikan berdasarkan keadilan restoratif karena terpenuhi syarat yaitu Tersangka pertama kali melakukan Tindak Pidana, ancaman pidana tidak lebih dari 5 (lima) tahun, adanya perdamaian antara Tersangka M.A. dan saksi korban, serta kerugian sebesar Rp 2.600.000,- (dua juta enam ratus ribu rupiah).
“Terhadap perkara tersebut selanjutnya akan dilaporkan kepada Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Umum secara berjenjang untuk memperoleh persetujuan penghentian penuntutan,” timpalnya. (#*#)
Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.