Dalam perjalanan selanjutnya Ibrahim dikarunia Allah keluarga yang luar biasa. Baik yang dari isteri pertamanya Sarah (AS) maupun dari isteri keduanya Hajar (AS). Dari Sarah kita kenal belakangan melahirkan Ishak. Dan dari Ishak kemudian Allah mengkaruniai para nabi dan Rasul yang banyak. Termasuk di dalamnya nabi Ya’qub, Yusuf, Musa, Daud, Sulaiman, Zakriyah, Isa dan Yahya. Dari Hajar terlahir anak pertamanya Ismail yang keturunannya di kemudian hari menjadi nabi dan Rasul terakhir, Muhammad SAW.
Tapi yang perlu kita ingat adalah bagaimana perjuangan dan pengorbanan Ibrahim itu kemudian melahirkan keluarga rabbani yang memilki ketangguhan Iman dan komitmen ketaatan yang luar biasa. Keluarga inilah yang selanjutnya menjadi jalan terjaganya hidayah bagi alam semesta.
Jika saja kita tarik pada konteks kehidupan kita sebagai Muslim di dunia Barat justeru menjadi kekhawatiran yang sangat. Jangan-jangan kita justeru berbalik. Jika Ibrahim AS terlahir dari keluarga yang musyrik lalu bertransformasi ke keluarga yang bertauhid dan taat, jangan-jangan anak dan generasi kita berbalik. Terlahir dari keluarga Muslim tapi tumbuh menjadi generasi yang terjatuh ke dalam penyembahan berhala-berhala. Termasuk di dalamnya berhala materialisme yang dari hari ke hari semakin menggeser posisi Tuhan dalam
Kehidupan manusia.
Ketiga, transformasi komunal dengan ketakwaan.
Transformasi ketiga yang terjadi dengan perjuangan dan pengorbanan Ibrahim (AS) adalah transformasi komunal atau kemasyarakatan. Bahkan sesungguhnya Ibrahim berhasil mewujudkan transformasi global ke seluruh penjuru semesta.
Kita mengenal dari Al-Quran yang kemudian menjadi catatan sejarah bahwa Ibrahim terlahir dalam masyarakat Musyrik di bawah seorang raja yang musyrik bernama Namrud. Semua masyarakat, termasuk ayah Ibrahim sendiri adalah musyrik. Sehingga bisa disimpulkan bahwa masyarakat di mana Ibrahim tumbuh adalah masyarakat yang berkarakter kesyirikan.
Namun melalui perjuangan dan pengorbanannya, Ibrahim berhasil melakukan transformasi komunal bahkan global. Ibrahim sendiri dikenal sebagai “Ummah” dan beliau diangkat oleh Allah menjadi “imam Lin-naas” (pemimpin manusia).
Jika saja hal ini kita tarik ke dalam konteks kehidupan kita di Dunia Barat maka seharusnya kita jadikan cambuk untuk perjuangan dan pengorbanan untuk terjadinya transformasi komunal. Pada konteks Amerika diharapkan umat Islam harus mampu melakuan transformasi komunal, merubah Amerika dari bangsa yang cenderung menyembah berhala materialisme ke bangsa yang menyembah hanya kepada Pencipta langit San bumi. Dari masyarakat yang berkarakter materialis menjadi masyarakat yang berkarakter Rabbani (ketuhanan). Dan sejatinya itulah Amerika: “one nation under God”.
Kesimpulan yang ingin kita ambil adalah bahwa perayaan Idul Adha harusnya bukan sekedar dipahami sebagai amalan ritual dengan menyembelih hewan. Tapi Idul Adha harus dipahami sebagai peristiwa yang harusnya menjadi landasan bagi terjadinya transformasi kehidupan secara menyeluruh. Bahkan sejatinya Idul Adha harus menjadi motivasi bagi umat ini untuk kembali merajut jati dirinya sebagai “Ummah wahidah” (one global nation) dalam ikatan “wihdah dan ukhuwah imaniyah.
InshaAllah Semoga!
Bellevue hospital, 12 June 2024
Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.