Hijrah dan Strategi Pembangunan Masyarakat Muslim – 04

oleh -

Karenanya atas tuntutan untuk membebaskan umat dari ketergantungan ekonomi, yang dapat berimbas kepada ketergantungan politik, Rasulullah mulai memikirkan langkah-langkah kongkrit yang objektif untuk membangun perekonomian umat. Apalagi kekuatan ekonomi Yahudi ini mulai dipergunakan untuk melakukan pressures (tekanan-tekanan) kepada pemerintahan Muhammad SAW dengan ragam makar.

Pada saat yang sama Rasulullah telah menerima perintah Zakat dalam Qur’an (wa atuz zakaah). Rasulullah dalam memahami perintah zakat tidak dipahami secara konvensional sebagaimana kita semua memahaminya. Tapi dipahami dengan pemahaman yang lebih dari sekedar pemahaman umum. Secara umum Zakat berarti perintah Allah (kewajiban) untuk mengeluarkan harta 2.5 persen dari penghasilan bersih (setelah semua pengeluaran pokok) sekali dalam setahun. Zakat ini bahkan menjadi salah satu dari fondasi (rukun) amalan ritual Islam.

Rasulullah memahami Zakat dengan pemahaman yang lebih maju. Bahwa ketika kita diperintah “mengeluarkan” maka seharusnya perintah sebaliknya berlaku. Secara logika tidak mungkar seseorang akan mengeluarkan atau memberi kalau orang itu tidak memiliki. Karenanya perintah memberi oleh Rasulullah SAW dipahami sekaligus sebagai perintah untuk mendapatkan pemasukan (income) yang lebih dari kebutuhan pokok.

Baca Juga:  Wajo Diterjang Banjir, PLN Bagikan Bantuan 300 Paket Sembako

Dengan kata lain perintah mengeluarkan zakat kepada umat ini dipahami oleh Rasulullah SAW sebagai perintah untuk membangun perekonomian umat. Perintah kepada umat ini untuk melakukan jihad ekonomi agar umat menjadi makmur. Bahkan umat memilki kemampuan yang melebihi dari sekedar memenuhi kebutuhan pokoknya. Tapi mampu memberikan Zakat (Charity) untuk membantu mereka yang mustadh’afiin (segmen masyarakat lemah).

Rasulullah kemudian mengidentifikasi sumber perekonomian Madinah. Selain pertanian (korma) dan peternakan juga perlunya menguasasi sumur dan pasar. Sumur dan pasar mungkin bisa diilustrasikan sebagai modal dan perbankan masa kini. Siapa yang menguasai dua hal ini maka mereka menguasasi perekonomian negara. Dan keduanya ada di tangan Komunitas Yahudi saat itu.

Baca Juga:  Pantau Pelaksanaan Ujian CPNS, Bupati MBA: Jangan Libatkan Calo Janjikan Kelulusan

Untuk itu Rasulullah mengumpulkan sahabat-sahabatnya yang memiliki kemampuan finansial. Mereka diseru untuk mengumpulkan dana untuk membeli pasar dan sumur itu. Dan dalam waktu yang tidak terlalu lama sumur dan pasar dibeli oleh Komunitas Muslim di Madinah. Mereka yang tadinya adalah konsumen berbalik menjadi pemilik. Sebaliknya Komunitas Yahudi kini menjadi konsumen bagi komunitas Islam.

Saya tidak ingin menuliskan secara rinci lagi bagaimana proses-proses yang terjadi hingga pasar dan sumur Madinah itu terbeli. Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa hal keempat yang Rasulullah lakukan di Madinah untuk membangun Komunitas yang solid adalah membangun perekonomian umat. Beliau tersadarkan bahwa tanpa kekuatan ekonomi umat akan selalu lemah, bahkan bergantung kepada orang lain.

Baca Juga:  Camat Biringkanaya Apresiasi Hotel Harper Saat Kunjungan Silaturahmi

Hal ini menjadi tuntutan untuk disadari oleh umat masa kini. Kekuatan ekonomi umat yang lemah mengakibatkan ketergantungan kepada orang lain. Hal yang kemudian menyebabkan kelemahan bahkan rasa inferioritas kompleks. Rasa hina dan hilangnya “izzah” dan jati diri karena ketergantungan ekonomi ini. Hal yang Rasulullah lawan dan berhasil.

Akankah umat ini terus menggantung kepada kekuatan lain? Atau sudah masanya bangkit merebut modal dan pasar dunia. Semoga! (Bersambung…).

Manhattan, 15 Juli 2024

*Direktur Jamaica Muslim Center / Presiden Nusantara Foundation


Eksplorasi konten lain dari Mitra Sulawesi

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan Balasan