Shamsi Ali Al-Kajangi*
Selintas nampak keduanya tidak punya korelasi. Pilpres adalah proses politik dan demokrasi di sebuah negara. Sementara Islamophobia adalah fenomena sosial keagamaan yang terjadi dalam sebuah masyarakat. Namun di Amerika keduanya memilki relasi yang dekat dan kuat.
Dalam beberapa kesempatan saya sampaikan bahwa Islamophobia di dunia Barat, khususnya Amerika, diakibatkan oleh beberapa faktor penting. Ada yang disebabkan oleh ketidak tahuan (ignorance). Juga karena faktor media yang seringkali tidak jujur bahkan membolak balik realita tentang agama ini. Belum lagi karena faktor sejarah interaksi Islam dan Barat yang masih menyisakan momok yang menakutkan. Dan tentunya juga karena memang Islamophobia saat ini telah menjadi sumber kehidupan (profit) bagi orang-orang tertentu.
Namun ada lagi satu faktor penting yang cukup signifikan dan seringkali menjadi sumber keresahan dan kesulitan bagi umat di dunia Barat, Amerika khususnya. Itulah faktor politik. Di mana Islam dijadikan alat untuk meraih dukungan luas masyarakat. Dengan sengaja, para politisi yang punya kepentingan itu menghembuskan “angin kemarahan dan ketakutan” di tengah masyarakat tentang Islam, lalu mereka menampilkan diri sebagai “salvation” (juru selamat) dari bahaya Islam itu.
Donald Trump misalnya pada kampanye pilpres pertamanya terdahulu selalu menyampaikan bahwa Islam itu hadir untuk mengambil alih negara Amerika. Di mana-mana Trump mengkampanyekan bahwa “they have come to take over our country” (mereka atau orang-orang Islam telah datang untuk merebut negara kita). Bahkan dalam berbagai kesempatan Trump mengatakan: “they hate us” (mereka orang Islam membenci kita).
Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.