Oleh Shamsi Ali Al-Newyorki*
Karakterisitk utama dari Islam itu adalah kejujuran dan keadilan. Bahkan kesempurnaan Al-Qur’an itu sendiri disifati oleh dua karakter itu. Al-Qur’an menyatakan: “Dan Kalimat Tuhanmu telah sempurna dengan kebenaran dan keadilan” (Shidqan wa ‘adlan). Keduanya merupakan esensi dari religiositas seseorang. Bahwa beragama itu artinya menjunjung tinggi kebenaran (kejujuran) dan keadilan.
Kejujuran (as-sidqu) dan keadilan (al-adlu) adalah fondasi bagi terwujudnya nilai-nilai kebaikan universal. Dan satu nilai kebaikan yang terpenting dalam hidup manusia adalah keadilan. Keadilan menjadi persyarat bagi tumbuh dan berkembangnya nilai-nilai kebaikan dalam segala aspek kehidupan manusia. Runtuhnya keadilan dalam kehidupan juga pertanda runtuhnya kemanusiaan itu sendiri.
Sungguh ironis bahwa saat ini kita hidup dalam dunia yang dalam banyak hal kehilangan nilai kebenaran dan kejujurannya. Ketidak jujuran dunia inilah yang melahirkan berbagai ketimpangan dan ketidak adilan dalam hidup. Hilangnya kedua hal itu dalam kehidupan manusia menjadikan hidup semakin kehilangan esensinya, termasuk esensi kemanusiaan itu sendiri.
Akibat dari hilangnya esensi kemanusiaan, manusia hidup dengan penuh kepura-puraan. Hampir dalam segala aspek kehidupannya manusia berpura-pura, bahkan membohongi diri sendiri. Berpura-pura kaya dengan uang, padahal secara esensi miskin. Berpura-pura senang dan bahagia, padahal berada dalam tekanan dan penderitaan. Berpura-pura tersenyum padahal sedang dalam keperihan batin yang sangat. Manusia hidup penuh kosmetik untuk menipu diri sendiri dan orang lain.
Di sebuah negeri nun jauh kita saksikan kepura-puraan itu. Mungkin kata yang lebih tegas adalah “kemunafikan”. Kepura-puraan atau kemunafikan itu mendominasi kehidupan publik. Para pemimpin berpura-pura peduli rakyat. Tapi di balik kepura-puraan itu tersembunyi ambisi pribadi, keluarga dan kelompok di atas kepentingan rakyat dan negara. Tidak jarang calon pemimpinnya masuk gorong-gorong, berpura-pura peduli dengan kehidupan rakyat jelata. Tapi di saat berkuasa rakyat tidak dipedulikan bahkan digusur demi kepuasan dan kerakusan para Oligarki dan pemilik modal.
Dari semua itu, hal yang paling menyedihkan dan berbahaya adalah ketika kepura-puraan dan kemunafikan dilapisi oleh hukum yang termanipulasi. Berbagai kejahatan yang merugikan negara dan rakyat dilakukan, dan semua itu nampak Konstitusional dan legal. Dari perampokan hak ekspresi, pemaksaan kepentingan (termasuk jabatan tertentu), hingga kriminalisasi lawan-lawan politik atas nama hukum. Hukum dikadali sedemikian rupa menjadi senjata kepentingan mereka yang memiliki kekuasaan.
Eksplorasi konten lain dari Mitra Sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.