Makassar, MitraSulawesi.id– Siapa yang tidak mengenal virus yang tengah viral di tahun 2020 ini? Virus yang banyak memakan korban karena penularannya yang begitu cepat, bahkan hanya melalui sentuhan, seseorang bisa ikut terpapar. Ya, apalagi jika bukan Corona Virus Disease 2019 atau yang sering kita sebut dengan sebutan Covid-19. Ini merupakan virus yang menyerang sistem pernapasan.
Virus jenis ini pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019 dan dengan cepatnya mulai menyebar ke berbagai negara termasuk di negara Indonesia, pada awal tahun 2020. Virus ini bagaikan tanaman rambat yang dengan mudah melilit apa saja yang berada didekatnya. Lantas apa hubungannya dengan TIKUS? Adakah yang dinamakan Tikus Oportunis? Apakah tikus juga memberi pengaruh dalam pandemic ini?
WHO telah mengumumkan bahwa virus COVID-19 ini adalah pandemi global yang harus segera diselesaikan secara bersama, maka dari itu beberapa negara sudah melakukan lockdown. Di Indonesia sendiri pemerintah menghimbau agar masyarakat perlu menerapkan PSBB atau Pembatasan Social Berskala Besar dengan maksud untuk menekan penyebaran virus ini.
Ada beberapa daerah yang menerapkan PSBB seperti di Makassar terhitung pada hari Jumat, 24 April 2020 dilansir oleh laman detikNews. Namun ada kawasan yang hanya menerapkan social distancing dan physical distancing, tergantung dari seberapa tinggi korban terdampak covid-19 di dalamnya. Aturan PSBB ini sudah tercatat dalam peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020. Meski demikian, siapa sangka? Ternyata penerapan PSBB ini memberi kecaman kepada masyarakat termasuk pada sektor industri.
Setelah beredar kabar bahwa sudah ada korban terpapar COVID-19 di Indonesia, masyarkaat +62 seakan dibuat panik sehingga terjadilah panic buying sebagai persiapan untuk tetap Stay At Home. Meski demikian sampai saat ini masih banyak masyarakat yang acuh dan tidak mengindahkan anjuran pemerintah tersebut.
Dengan tingginya tingkat pembeli, maka permintaan produksi tentunya juga mengalami peningkatan, terutama produksi bahan pokok, dan alat-alat kesehatan seperti APD (alat pelindung diri) dan masker. Nah dari beberapa sektor yang mendapat kerugian, tiga distributor tersebut adalah beberapa sektor yang paling diuntungkan.
Namun, dibalik semua itu ada beberapa oknum yang hanya memikirkan bagaimana cara agar hasil produksinya bisa melonjak naik dan menghasilkan rupiah yang berlimpah. Yah, manusia tetaplah manusia. Sifat serakah dan mementingkan diri sendiri tak bisa jauh-jauh dari pribadi seseorang. Bahkan ditengah musibah pun mereka yang picik masih memikirkan prioritas dalam perpolitikan ekonomi.
Lagi dan lagi, satu isu menjadi alasan oknum tertentu dalam meraup keuntungan. Di tengah maraknya isu COVID-19, dalam gelapnya kebijakan pemerintah, dalam kosongnya pemikiran manusia indonesia dan merosotnya laju ekonomi negara, ada oknum-oknum yang dengan buasnya makin memperkeruh kehidupan ekonomi masyarakat.
Ada apa dengan negara +62? Melihat bahwa musibah seakan tak henti-hentinya menyerang negara, masyarakat malah makin memperkeruh suasana. Indonesia kini berada pada benang merah peyebaran covid-19 se ASEAN. Dikutip dari laman posmetropadang.co.id yang menuliskan bahwa ”“Untuk kawasan ASEAN, Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus tertinggi kedua setelah Singapura, diikuti Filipina. Namun dibandingkan jumlah penduduk, angka ini tidak terlalu istimewa,” kata Muhadjir melalui telekonferensi, Jumat (8/5).”
Tidakkah miris mellihat kabar seperti ini? Namun apa yang tengah terjadi sekarang? Rasanya usaha pemerintah membasmi habis Covid-19 terbuang percuma, melihat rakyatnya yang semakin lama semakin menggila. Bukannya tetap berada di rumah, masyarakat malah ikut berkumpul dikeramaian dengan terus berdalih bahwa pemerintah tidak berusaha menangani kasus covid-19. Belum lagi para oknum yang terus menyelinap mencari keuntungan di dalamnya. Yah, INDONESIA TERSERAH!
Di balik jeruji covid-19, ada oknum yang rela melakukan tindakan “pencari untung oportunis” seperti penimbunan masker dan menaikkan harga masker oleh distributor illegal seperti yang terjadi di Cilincing, Jakarta Utara. Bahkan tak kira-kira, harga bahan pokok juga ikut melonjak naik, seperti harga gula pasir yang terjual di pasaran mencapai 17.000 hingga 22.000/kg nya.
Yah, merekalah para tikus-tikus oportunis dibalik jeruji covid-19. Dengan kelebihan mencari keuntungan secara illegal, bahkan ditengah kepanikan warga mengenai covid-19 tidak melepas mereka dari pemikiran picik seperti ini.
Para oportunisme seperti ini perlu ditindak lanjuti karena tidak wajar jika ditengah kepanikan, mereka diam diam mengambil keuntungan. Ibaratkan tikus yang dengan asiknya mengendap-ngendap di tengah gelap dan lelapnya manusia, masuk mengambil makanan dan mengoyak-ngoyak sebongkah pakaian tanpa memandang besar kecil rumah yang ada
Tak hanya koruptor negara, yang memakan secara cuma-cuma uang rakyatnya, para pencari penganut oportunis juga berhak diberi gelar TIKUS. Kita para korban oportunis dan penjahat negara lainnya hanya berharap agar mereka mendapat efek jera dan tidak semakin menambah beban rakyat dan negaranya, terutama bagi mereka yang menyandang gelar kaum miskin kota.
Penulis
Risna Putri Millenia
Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.