Opini : Sumpah Pemuda Hanya Sebatas Tema

oleh -
oleh
Penulis Mahasiswa STAI DDI Sidrap Jurusan Hukum Tatanegara, M. Alfian Fachmy

Opini, MitraSulawesi.id Beberapa hari terakhir saya melihat beragam pamflet di linimasa media sosial. Pamflet tersebut berisikan ajakan untuk berpartisipasi dalam rangka memperingati hari sumpah pemuda yang jatuh pada tanggal 28 oktober. Berbagai perlombaan seperti cipta puisi, menulis essay, orasi ilmiah yang tentunya bertemakan sumpah pemuda kini marak saya jumpai.

Tujuannya tidak lain untuk menciptakan semangat jiwa persatuan dikalangan pemuda Indonesia. Namun apa yang terjadi jika itu hanya sebatas Euforia sesaat? Dan apa jadinya jika sumpah pemuda hanya dijadikan pembahasan tematik pada saat 28 oktober saja tanpa memberikan kesan kepada para pemuda.

Yang dimaksud dengan “Sumpah Pemuda” adalah keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan dua hari, 27-28 Oktober 1928 di Batavia . Keputusan ini menegaskan cita-cita akan “tanah air Indonesia”, “bangsa Indonesia”, dan “bahasa Indonesia”. Keputusan ini juga diharapkan menjadi asas bagi setiap “perkumpulan kebangsaan Indonesia” dan agar “disiarkan dalam berbagai surat kabar dan dibacakan di muka rapat perkumpulan-perkumpulan”.

Di era sekarang para millenials akan berbondong-bondong menuliskan kalimat memperingati hari sumpah pemuda, bukan karena mereka menjiwai sumpah yang digaungkan pada kongres pemuda II tersebut, melainkan hanya sebatas bahan timline yang bisa jadi beberapa diantara mereka justru tidak menghafal isi dari sumpah pemuda tersebut.

Baca Juga:  PLN Sulselrabar Berbagi 500 Paket Sembako ke Dhuafa dan Anak Yatim

Mari kita lihat fenomena yang terjadi beberapa hari terakhir. Tawuran dan perkelahian selalu mendapat jatah di portal berita. Baru-baru ini terjadi tawuran antar pelajar di Cianjur, yang mengakibatkan satu orang pelajar mengalami luka bacokan senjata tajam. Dari sini kita dapat melihat bahwa semangat persatuan masih lemah di kalangan pemuda.

Sumpah pemuda tidak lagi sesakral dahulu yang mana mereka para kaum muda bersatu padu dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia. Mereka para pendahulu rela hingga mengorbankan nyawa sendiri demi mewujudkan kesatuan dan persatuan Indonesia dalam rangka kemerdekaan Indonesia.

Jika di bandingkan dengan era sekarang pemuda atau sering disebut _The Millenials, justru lebih gemar menggunakan produk asing. Mereka bangga jika mengenakan atau mengkonsumsi produk asing, mereka justru malu dengan budaya mereka sendiri.

Fakta diwilayah bahasa yang semestinya kita mendalami bahasa persatuan justru lebih bangga dan menggemari bahasa asing, tak jarang orang daerah mengatakan bahwa bahasa Indonesia hanya untuk orang kota dan orang kota mengatakan bahasa Indonesia itu bahasa kampungan padahal tidaklah seperti itu. Lahirnya bahasa Indonesia agar pemuda bugis bisa berkomunikasi dengan pemuda jawa, pemuda papua bisa berkomunikasi dengan pemuda batak, dan pemuda-pemuda Indonesia lainnya.

Baca Juga:  Wujud Peduli, Herman Taruna Bagi Nasi Bungkus Pada Warga

Fakta lain dari pudarnya semangat sumpah pemuda seperti budaya adat yang kini tidak banyak digemari pemuda jika dibandingkan dengan budaya K-Pop. Lebih parahnya lagi hal ini telah menjadi ego sektoral. Berbeda idolapun mereka ribut, berbeda aliran musikpun ribut, bahkan dikalangan mahasiswa tidak jarang keributan terjadi hanya karena perbedaan organisasi.

Hingga organisasi-organisasi kepemudaan pun berlomba-lomba mendesain pamflet seindah dan sekreatif mungkin hanya untuk memperlihatkan bahwa mereka masih ada dan lebih menonjol dari organisasi lainnya. Bukan karena mereka menanamkan jiwa persatuan dalam diri mereka. Karena bagi mereka eksis lebih utama agar mendapat perhatian khalayak. Padahal wujud nyata pembinaan pemuda dalam memerangi tawuran, perkelahian, dan lainnya lebih substansial daripada pamflet indah yang mereka buat.

Bukanlah sebuah tolak ukur untuk menilai semangat sumpah pemuda jika hanya sekedar membuat serangkaian kegiatan dalam menyemarakkan hari sumpah pemuda tersebut. Memang tidak salah, justru sangat produktif jika kegiatan perlombaan-perlombaan itu ada untuk memperingati sumpah pemuda. Namun, disamping adanya jiwa persatuan, jiwa kompetitif pun turut hadir dalam semarak kegiatan tersebut. Mereka berlomba-lomba untuk menampilkan karya terbaiknya. Dan yang terburuk jika ada diantara mereka hanya berpikir menang kalah. Bukan karena ingin memperingati sumpah pemuda melainkan hanya karena ingin berkompetisi.

Baca Juga:  Pilkades Jinato, Andi Sulistiawati Ungguli Petahana

Sumpah pemuda hanya sebatas postingan linimasa, sumpah pemuda hanya sebatas poster ucapan, sumpah pemuda hanya sebatas tema kegiatan, dan Sumpah hanya sebatas diingatan.

Esensi dari sumpah pemuda kini lambat laun telah memudar. Jiwa-jiwa yang dahulu menyalakan semangat persatuan kini telah tiada. Yang tersisa hanyala ingatan bahwa pernah ada sekelompok pemuda yang berkumpul dan mendeklarasikan sumpah pemuda. Hanya sebatas itu. Hanya sebatas memperingati dan tidak menjiwai.

Penulis
M. Alfian Fachmy


Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.