Imam Shamsi Ali
Nabi Ibrahim AS adalah sosok yang menjadi “sentra” keislaman dan ketaatan. Pada diri beliau terpatri kesempurnaan Tauhid, ketaatan, perjuangan dan pengorbanan dalam menjalankan agama Allah SWT. Karenanya beliau senantiasa disandingkan dengan nabi dan Rasul terakhir, pembawa risalah yang sempurna, Muhammad SAW. Bahkan menjadi panutan bagi umat ini: “wattabi’ millata Ibrahim”.
Jika kita mengingat sejarah Ibrahim AS dan pengorbanannya, akan kita dapati pelajaran kehidupan yang sangat mendalam dan menyeluruh. Bahwa sesungguhnya perjalanan beliau dalam perjuangan dan pengorbanan telah menghadirkan transformasi kehidupan yang menyeluruh. Bahwa perjuangan dan pengorbanan itu bukan pada lahiriyah yang dilakukan. Tapi pada esensi makna yang diajarkan.
Itulah salah satu makna dari firman Allah: “sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah daging dan darahnya. Tapi yang sampai kepadaNya adalah ketakwaan di antara kalian”.
Esensi pengorbanan Ibrahim itu terlihat pada tiga bentuk transformasi kehidupan Manusia.
Pertama, transformasi individual dengan akidah Tauhid.
Kita mengenal dari Al-Quran bahwa Ibrahim AS adalah sosok yang terlahir dari latar belakang keluarga dan lingkungan yang musyrik. Kesyirikan pada masa itu teridentifikasi dengan penyembahan berhala-berhala atau patung-patung. Pada tataran logika biasa harusnya Ibrahim kecil/muda telah terjatuh dan tenggelam dalam kesyirikan itu.
Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.