Oleh: Shamsi Ali Al-Kajangi
Baru kemarin saya merilis tulisan dengan judul “perang global terhadap agama dan moralitas”. Ragam argumentasi saya sampaikan bahwa memang sedang terjadi permusuhan dan peperangan terhadap agama dan nilai-nilai moral dalam kehidupan manusia.
Bagi kami di Amerika dan dunia Barat, hal ini bukan baru dan aneh. Dunia Barat dalam sejarahnya dikenal anti Islam, bahkan anti agama secara umum. Anti agama ini yang terakumulasi dalam konsep kehidupan liberal-sekuler yang dipromosikan ke berbagai penjuru dunia.
Tiba-tiba saya dikejutkan oleh berbagai berita yang lagi viral dan ramai di perdebatan bahwa Putri yang berhijab harus melepaskan jilbabnya untuk menjadi bagian dari paskibra. Saya terkejut, kecewa dan sebenarnya marah dengan sikap dan kebijakan sebagian mereka yang di pemerintahan dalam hal ini. Bahwa seorang Muslimah yang harusnya “bangga dengan negara dan agamanya” dipaksa memisahkan memisahkan dua komitmen mulainya. Menjadi paskibra itu kebanggaan sebagai putri bangsa. Namun berhijab juga kebanggaan dalam komitmen keislaman. Dan keduanya dalam kata “Indonesia“ menyatu tak terpisahkan.
Keinginan sebagian, konon kabarnya BPIP, untuk mencopot jilbab anggota paskibra putri adalah perilaku yang menggambarkan ketidak senangan bahkan boleh jadi bagian dari phobia kepada agamanya sendiri (kalau dia Muslim). Bahkan memperlihatkan permusuhan dan peperangan yang dilakukan kepada komitmen keagamaan (khususnya Islam) bangsa Indonesia.
Lebih spesifik lagi adalah bahwa ini bisa dilihat sebagai bentuk pengkhianatan kepada bangsa, negara dan agama. Bangsa dan negara Indonesia yang berlandaskan kepada Pancasila itu secara mendasar berketuhanan. Berketuhanan itu diartikan dengan memiliki komitmen keagamaan. Komitmen keagamaan itu direalisasikan dalam bentuk menjalankan ajaran-ajaran agama. Dan salah satu ajaran agama itu bagi orang Islam adalah hijab.
Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.