Intinya tuduhan tidak nasionalis kepada warga yang tinggal dan bekerja di luar negeri itu bodoh dan konyol. Saya termasuk yang sudah lama tinggal di luar negeri. Dalam hidup saya yang 58 tahun saat ini saya hanya 18 tahun tinggal di Indonesia. Itupun semuanya hanya sebagai pelajar (SD-SMA). Belum pernah menikmati fasilitas negara, kecuali pernah bekerja sebagai staf di PTRI New York dengan gaji yang tidak cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun saya selalu sampaikan di mana-mana sekiranya dada ini dibuka anda akan lihat “merah putih” di dalamnya.
Ada juga seorang (mantan) Menteri yang mengatakan bahwa tinggal di luar negeri hanya akan menjadi budak orang lain. Bahkan disebutkan secara khusus dengan penyebutan “budak kapitalis”. Tuduhan seperti ini juga menggambarkan kebodohan dan kepongahan dari seorang elit atau pejabat negara. Sungguh anak-anak bangsa bekerja di luar negeri sangat tidak benar berada pada posisi rendah dan hina seperti yang disebutkan itu.
Saya berani mengambil contoh di Amerika saja karena di sinilah saya tinggal dan bekerja hampir tiga puluh tahun hingga saat ini. Di Amerika anda bekerja bahkan hanya sebagai pekerja restoran, anda dijamin UU untuk digaji minimal dengan gaji minimum $15 per jam. Jika anda bekerja 8 jam per hari, berapa penghasilannya dalam sehari? Selain itu hak-hak sipil terjaga, asuransi kesehatan dan hak-hak lainnya diatur dengan jelas di perundang-undangan.
Jika anda bekerja sebagai bawahan di Amerika anda tidak akan diperlakukan seenaknya oleh atasan dan insitusi di mana anda bekerja. Apalagi jika anda menjadi bagian Union (Organisasi buruh). Atasan anda tidak seenaknya memperlakukan anda dan tidak “bossy” (berlagak bos) yang seringkali cenderung merendahkan pegawai. Atasan dan bawahan di Amerika tidak terlalu mencolok. Mental memperbudak dan diperbudak tidak terasa sebagaimana di tempat/negara lain.
Karenanya ungkapan kepada anak-anak bangsa yang bekerja dan tinggal di luar negeri itu “budak-budak” adalah kebodohan dan keangkuhan. Bahkan boleh jadi menggambarkan jika orang tersebut memiliki mentalitas memperbudak para pekerja dan bawahan. Terkadang ekspresi kata-kata merupakan cerminan kejiwaan.
Intinya adalah jangan merendahkan nilai dan martabat anak-anak bangsa, bahkan yang sudah ganti paspor sekalipun, dengan tuduhan kurang nasionalisme dan memiliki mental budak. Khawatirnya justeru mereka yang berada dalam negeri yang tidak punya nasionalisme dengan berbagai korupsi dan pengangkangan kepentingan bangsa dan negara. Atau justeru mereka yang bekerja di dalam negeri seringkali diposisikan bagaikan budak oleh sesama. Sementara pekerja asing biasanya lebih dihormati dan dihargai.
Saudara-Saudara sesama putra-putri bangsa di luar negeri memiliki jasa yang sangat penting. Bukan hanya sebagai pahlawan devisa seperti yang sering kita dengarkan. Tapi mereka sehari-hari adalah diplomat-diplomat bangsa dan negara yang tidak digaji. Mereka mempromosikan Indonesia dengan cara dan kapasitas masing-masing. Dan kecintaan kepada bangsa dan negara Indonesia tidak pernah pudar. Percaya!
Kalau anda?
New York, 27 Februari 2025
Diaspora Indonesia di Kota New York.
Eksplorasi konten lain dari Mitra Sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.