Yusril mengatakan, dalam KUHP Nasional, Jaksa juga diwajibkan untuk mengajukan tuntutan hukuman mati dengan disertai alternatif hukuman jenis lain, misalnya hukuman seumur hidup, untuk dipertimbangkan majelis hakim.
“Pemerintah dan DPR memang harus menyusun undang-undang tentang tata cara pelaksanaan hukuman mati sebagaimana diamanatkan Pasal 102 KUHP Nasional yang baru” ujarnya.
Yusril juga mengatakan, hukuman mati tidak serta merta dilaksanakan setelah putusan pengadilan.
Sebab, KUHP baru mengatur bahwa pidana mati hanya dapat dieksekusi setelah permohonan grasi terpidana ditolak oleh Presiden.
“Jadi, memohon grasi atas penjatuhan pidana mati wajib dilakukan baik oleh terpidana, keluarga atau penasihat hukumnya sesuai ketentuan KUHAP,” tuturnya.
Yusril menambahkan, pendekatan kehati-hatian dalam KUHP baru ini berangkat dari penghormatan terhadap hak hidup sebagai anugerah Tuhan yang maha kuasa.
Karenanya, hukuman mati hanya dijatuhkan untuk kejahatan-kejahatan berat tertentu dan tidak boleh dilaksanakan tanpa pertimbangan mendalam.
“Bagaimanapun juga, hakim dan pemerintah adalah manusia biasa yang bisa saja salah dalam memutuskan,” ucap dia. (#*#)
Eksplorasi konten lain dari Mitra Sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.