Dari catatan yang lalu dijelaskan bahwa “ketauldanan Rasulullah” itu mencakup seluruh aspek kehidupan. Dari sisi ‘aqadiyah-imaniyah (akidah dan keimanan), ubudiyah (urusan ibadah ritual) hingga kepada aspek-aspek mu’amalat dan khuluqiyah (hubungan sosial dan prilaku karakter). Semua itu dapat ditujuk kepada keindahan ketauladanan yang dicontohkan oleh baginda Rasulullah SAW.

Hari-hari ini umat Islam kembali mengingat sebuah peristiwa penting dalam sejarah Islam. Peristiwa yang sesungguhnya menjadi awal dari semua langkah-langkah sejarah perjalanan keislaman dan keumatan. Peristiwa yang di mayoritas dunia Islam disebut Maulid Nabi Muhammad atau Milad Rasulullah SAW. Atau sederhananya adalah peristiwa kelahiran baginda Rasulullah Muhammad SAW.

Ketika Rasulullah memulai dakwahnya di Mekah darah dan mentalitas traibalisme (qabaliyyah/kesukuan) sangat dalam. Kebanggaan bahkan keangkuhan kelompok kesukuan, etnis, bahkan keturunan dan keluarga menjadi bagian dari kehidupan bangsa Arab. Karenanya ketika beliau telah pindah ke Madinah hal pertama yang menjadi kekhawatiran beliau adalah perpecahan atas dorongan qabaliyyah itu.

Nabi Ibrahim AS adalah sosok yang menjadi “sentra” keislaman dan ketaatan. Pada diri beliau terpatri kesempurnaan Tauhid, ketaatan, perjuangan dan pengorbanan dalam menjalankan agama Allah SWT. Karenanya beliau senantiasa disandingkan dengan nabi dan Rasul terakhir, pembawa risalah yang sempurna, Muhammad SAW. Bahkan menjadi panutan bagi umat ini: “wattabi’ millata Ibrahim”.