Opini: RUU Cipta Kerja, dan Kemorosotan Karakter Akademik

oleh -

Oleh Prof Lauddin Marsuni.

Mitrasulawesi.id– Kita semua telah mahfum bahwa pemerintah telah merancang dan akan membahas RUU Cipta Kerja bersama dengan DPR RI.

RUU Cipta Kerja merubah dan menghapus begitu banyak ketentuan UU (jumlahnya belum bisa saya tulis secara rinci) karen sulit membaca dan mengikuti struktur RUU Cipta Kerja.

RUU Tentang Cipta Kerja strukturnya tidak sesuai dengan UU No 12/2011, Tentang Pembentukan Perundang – Undangan, khususnya Lampiran II Tentang Teknis Penyusunan Peraturan Perundang – Undangan.

Ketidak sesuaian RUU Cipta Kerja dengan ketentuan lampiran II terutama tentang sistematika UU, yaitu:

RUU Cipta Kerja strukturnya langsung pragraf, pasal dan ayat, pada hal seharusnya sesuai dgn Lampiran II UU Nomor 12/2011, terdiri atas :
– Bab
– bagian
– paragraf;
– pasal, dan
– ayat.

Baca Juga:  Diihadapan Prajurit Baru, Pangdam XVIII/Kasuari :Kalian Layak Bergabung Pada TNI AD

Atas struktur RUU yang tidak sesuai dengan Lampiran II UU Nomor 12/2011, saya menganggap sebagai Kemerosotan Karakter Akademik, karena saya sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Perundang undangan merasa malu, apa yang saya ajarkan selama ini tidak berlaku atau tidak diterapkan dalam RUU Cipta Kerja, lalu buat apa kita membuka Prodi ilmu Hukum, lalu buat apa ada muatan kurikulum kemahiran Hukum, berupa ilmu Perundang Undangan dan perancangan Perundang Undangan?.

Rasa malu adalah wujud kerakter akademik, sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 UU nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi.

RUU Cipta Kerja, terdapat pada Ketentuan Pasal 60, yang menghapus Pasal 67, Pasal 68, dan Pasal 69 UU Nomor 20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pasal 67, Pasal 68, dan Pasal 79 UU Nomor 29/2003, mengatur tentang Ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akakdemik, gelar profesi dan gelar vokasi, yang :
– setiap orang, organisasi dan penyelenggaran pendidikan melarang memberikan kepada orang yg tidak berhak;
– melarang orang membantu memberikan
ijazah, sertifikat profesi, gelar akademik, gelar profesi da gelar vokasi kepada orang yang tidak berhak.

Baca Juga:  Penurunan Bendara Sang Merah Putih Dalam Rangkaian HUT RI, Diikuti Kasdam XVIII/Kasuari

Atas pencabutan Pasal 67, Pasal 68 dan Pasal 69 UU Nomor 20 Tahun 2003, dalam RUU Cipta Kerja, sama dengan RUU Cipta Kerja membuka ruang, memberi kesempatan kepada:
– orang, organisasi dan penyelenggaran
pendidikan untuk memberi ijazah, sertifikat profesi, gelar akademik, gelar profesi atau gelar vokasi kepada orang yang tidak berhak;
– orang yg tidak berhak untuk menggunakan
ijazah palsu, sertifikat profesi palsu, gelar akademik palsu, gelar profesi palsu atau gelar vokasi palsu.

Baca Juga:  HPMP Sukses Gelar Pelatikan dan Rapat Kerja

Membeli yang Palsu
Menerim yang Palsu
Menggunakan yang Palsu
Memalukan Karakter Bangsa.

Pemberian dan penggunaan ijazah, sertifikat atau gelar palsu adalah Wujud Kemerosotan Karakter Akademik.

Mengapa pemangku kepentingan dibidang pendidikan formal, dibidang pendidikan karakter atau bahkan para civitas akademika di Perguruan Tinggi bungkam seribu bahasa?, apakah kepedulian telah ikut merosot atau tdk sempat membaca RUU Cipta Kerja, atau mungkin takut diberi sanksi?.

Nauzulillahi minzaliq

Wassalam

Makassar, 6 Ramadhan 1441 H/29 April 2020

Prof Dr H Lauddin Marsuni SH MH guru besar dlm bidang Hukum Tata Negara, Ilmu Negara dan Ilmu Perundang- Undangan FH UMI Makassar.


Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.