Perempuan Dukung Perempuan Stop Body Shaming

oleh -

Mitrasulawesi.id– Menjelang hari raya Idul Fitri, menjadi ajang berkumpul keluarga dan kerabat. Mendekatkan yang jauh dan mempererat yang dekat. Momen berkumpul ini kerap kali percapakan disudutkan dengan mengomentari penampilan dan bentuk tubuh kita saat ini dengan yang sebelumnya khususnya bagi kaum Hawa. Hal ini sangat mengganggu kenyamanan di hari berkumpul dan mengurangi percaya diri. Tindakan ini biasa kita sebut dengan body shaming.

Fenomena perempuan hari ini tak jarang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari membentuk kebiasaan baru yang secara tidak sadar menjatuhkan perempuan. Berfokus pada perlakuan body shaming, merupakan bentuk bullying yang dilakukan secara verbal yang dengan merendahkan atau mempermalukan tubuh seseorang sehingga menimbulkan trauma psikis, dan sangat disayangkan perlakuan body shaming ini sering dilakukan oleh keluarga dan kerabat dekat kita sendiri.

Ysang tidak asing ditelinga bahkan kita sendiri mungkin mengalaminya seperti ” eh kok gendutan” atau ” eh kayanya kamu kurusan deh kurang berisi”. Kalimat semacam itu seringkali dijadikan sekadar bahan candaan padahal itu merupakan bentuk penghakiman kepada orang lain. Apalagi, dengan berkembangnya media massa sekarang ini manusia lebih bebas tanpa batas berkomentar sekalipun itu mengandung bentuk diskriminasi. Mirisnya lagi, perlakuan mempermalukan tubuh ini sebagian besar dilakukan sesama perempuan.

Baca Juga:  Dalam Menjaga Keutuhan Bangsa, Ini Yang Dilakukan TNI-Polri

Dilansir dari tempo.co berdasar data dari survei yang dilakukan zap clink dalam zap beauty index 2020 ditemukan bahwa hampir separuh wanita Indonesia atau 40,7 persen mengalami body shaming dengan alasan utama tubuh yang tidak terlalu berisi, kulit yang berjerawat, dan bentuk wajah yang terlalu tembem. Penghakiman terhadap tubuh perempuan tersebut, tidak terlepas dari standarisasi kecantikan yang terkonstruk di masyarakat. Sehingga media, iklan tv dan film yang di pertontonkan sangat berpengaruh khususnya bagi perempuan dalam pembentukan standarisasi kecantikan.

Baca Juga:  Akhirnya Anggota DPRD Gowa yang Baru Resmi di Lantik, Apa Harapan Bupati Gowa?

Untuk meminimalisir bentuk penghakiman ini, kita dipaksa untuk harus mengikuti standarisasi kecantikan yang dibangun masyarakat. Tidak bisa di pungkiri sasaran utama perlakuan body shaming adalah kaum muda dengan besarnya pengaruh media sosial dan budaya membandingkan. Perlakuan body shaming ini menimbulkan krisis percaya diri dan trauma emosional. Seperti pada kasus pada awal tahun kemarin terjadi di lingkungan Brak, desa Kalipuro sampai berujung pada kasus pembunuhan yang dilatar belakangi akibat body shaming. Akibat fatal dari perlakuan ini bisa sampai kepada menghilangkan nyawa diri sendiri dan orang lain karena tekanan psikis yang kerap kita anggap hanya sebagai candaan dan hal yang lumrah. Dengan meningkatnya ketergantungan media sosial sekarang, semakin kuat pula bentuk diskriminasi perempuan. Kita mengalami krisis standarisasi kecantikan.
Indonesia sangat perlu suplemen edukasi saling menghargai sesama dengan bermula pada kesadaran masing-masing individu.

Baca Juga:  Bocah SD Tewas di Kolam Regulasi, Wagub Berbelasungkawa Sambangi Almarhum

Saya sangat tidak sepakat dengan bentuk penghakiman dan diskriminasi apapun sekalipun dia perempuan. Sebagian perempuan memperjuangkan strata malah sebagian yang lain sibuk menjatuhkan sesama. Kita harus memberikan energi bagi sesama dengan mentransfer tiap-tiap energi baik sekecil apapun itu. Tetap menggali potensi diri yang kita miliki dan jadi pribadi yang menyenangkan. Saling mendukung dan memberikan edukasi di era krisis standarisasi terhadap tubuh perempuan dan belajar mencintai tubuh yang menjadi anugerah.

Penulis:Imtihana Inayah Syahreni
Jurusan sosiologi FIS UNM.


Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi

Mulai berlangganan untuk menerima artikel terbaru di email Anda.

Tinggalkan Balasan