Imam Shamsi Ali
Setiap kita membicarakan tentang masalah Palestina dan Israel begitu banyak hal yang perlu diklarifikasi dan diluruskan agar terhindar dari “penyesatan” (mis leading) yang sistematis dan terstruktur. Bahkan beberapa terminologi yang terpakai sengaja dipopulerkan untuk menyesatkan cara pandang (mindset) dunia internasional, termasuk dunia dan umat Islam.
Saya hanya mengambil satu contoh kata konflik. Konflik didefinisikan sebagai “ a struggle or clash between opposing forces; battle. A state of opposition between ideas, interests, etc; disagreements or controversy”.
Dari definisi tersebut difahami bahwa konflik itu adalah dua pihak (two parties) yang berhadapan, baik secara fisik (perang) maupun non fisik (perbedaan opini, pandangan, dan seterusnya).
Definisi ini jelas menjelaskan bahwa terminologi yang selama ini dibangun oleh dunia informasi, baik oleh institusi pemerintahan (governmental) maupun non pemerintahan (non governmental) termasuk dunia bisnis dan media, seolah yang terjadi antara Palestina dan Israel adalah “konflik”. Jelas ini sesat dan menyesatkan. Realitanya adalah penjajahan. Ada “penjajah dan ada “terjajah”. Israel sebagai penjajah dan Palestina sebagai terjajah.
Itulah satu contoh dari sekian banyak terminologi yang saat ini dipopulerkan untuk menyesatkan opini dunia. Termasuk juga perjuangan dan perlawanan atau resistensi bangsa Palestina yang kemudian dipopulerkan menjadi “violence” (kekerasan) bahkan terorisme. Sementara pembunuhan massal yang dilakukan oleh penjajah Israel sejak 75 tahun silam dibungkus dengan istilah “self defense” (mempertahankan diri).
Dengan pula opini dan cara pandang yang terbangun akhir-akhir ini sejak tanggal 7 Oktober 2023 adalah apa yang disebut “the October 7th attack” (serangan 7 Oktober). Lebih jahat lagi serangan ini di perbusuk dengan menambahkan label “terrorist attack” (serangan terror). Menjadikan perjuangan dan perlawanan bangsa Palestina untuk mendapatkan kembali negara dan hak-hak dasarnya dibalik menjadi “terorisme” dan kejahatan. Sementara pembunuhan massal dan penghapusan etnis (ethnic cleansing) dan genosida yang dilakukan oleh Israel dibungkus dengan “self defense”. Israel kemudian nampak menjadi “innocent”bahkan “victims” dari kejahatan itu. Bangsa Palestina Lah yang ternampakkan sebagai “penjahat”.
Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.