Sastra, MitraSulawesi.id — Sudah lebih dari tiga bulan ia terbaring ringkih. Matanya sayu, lidahnya kelu, bahkan napasnya tinggal satu-satu. Dalam keseganan yang dalam, antara mau hidup atau mati saja.
Ambarita, begitu tersiksa. Sanak kerabat dan orang-orang yang mengunjunginya berkata, kalau tidak karena tertahan oleh dosa-dosanya sewaktu masih sehat dulu, Ambarita sudah mati berbulan-bulan lalu.
Tapi, bagaimanapun, ia harus menikmati penyiksaan yang kejam itu, mulai dari dunia yang fana ini. Kata mereka lagi, puncak penyiksaan itu dirasakannya di akhirat nanti. Aih, betapa tersiksanya para pendosa di penghujung hidupnya, bahkan setelahnya.
Kepada teman-temanku, dengan segala imajinasi yang liar, aku bercerita panjang lebar, tentang nasib Ambarita di neraka nanti.
Di akhirat sana, di antara kobaran api yang menyalak-nyalak, oleh malaikat, mereka dijamu dengan minuman serupa timah panas. Makanannya adalah kerikil-kerikil bara yang sanggup menghanguskan kepala. Di sana juga, Ambarita dipertemukan dengan orang yang sama dengannya. Senasib sepenanggungan. Setali tiga uang. Dua kepala sama kelakuan.
Ya, Ambarita akan bertemu dengan para pendosa di tengah-tengah kejamnya siksa neraka. Pencuri, pemabuk, perampok, pembunuh, pemerkosa, wanita-wanita yang rela diperkosa demi uang, dan yang hebat lagi, nama seagung koruptor juga akan dipertemukan dengannya. Seperti Ambarita. Di sana nanti, mereka akan bertukar kisah, sambil meminum bergelas-gelas nanah, dan mengunyah bangkai-bangkai penuh belatung.
“Aku lihat, ada tamu baru,” kata Sumitro, seorang yang suka mencuri semasa hidupnya, kepada Ambarita. Tangan sumitro kemarin, dipotong dengan gergaji panas, kemudian tumbuh lagi hari ini, seperti ekor cicak, hanya saja lebih cepat.
“Apa sebab dia ditempatkan di neraka paling dalam ini? sudah tentu dosa yang dilakukannya semasa hidup bergunung-gunung. Bukan begitu?” balas Ambarita, mengusap-usap sekujur tubuhnya yang telanjang.
“Ya, dia seorang yang kaya di dunia. Bergelimang harta, dikelilingi kemewahan. Dia adalah pejabat, birokratus, kaum-kaum pemuja dewa materi, kemewahan, sama sepertimu. Tugasnya menyimpan uang-uang rakyat. Masalahnya, uang-uang yang menjadi hak rakyat itu dimakannya sendiri. Dipakainya membangun rumah, membeli puluhan mobil mewah, atau sekedar berpesta pora, mabuk-mabukan, dan main perempuan,” jelas Sumitro.
“Aih, dengan dosa sedemikian banyak, sudah pasti orang itu akan kekal sampai berdaki-daki di neraka ini,” Ambarita menggeleng, hampir saja, otaknya berhambur keluar, setelah dihantam gadah raksasa oleh malaikat, “Siapa kiranya nama orang itu? sebagai sesama pendosa, kita harus saling mengenal,” ucap Ambarita, kemudian.
“Namanya, Ageni, seorang pejabat yang perutnya buncit dipenuhi uang-uang rakyat,” begitu para malaikat menyebutnya.
Eksplorasi konten lain dari mitra sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.