Salah satu negara yang sejak lama dikenal dengan permusuhan dan peperangan kepada agama dan nilai-nilai moralitas adalah Prancis. Kita ketahui bahwa sejak lama Prancis memerangi semua simbol-simbol agama, terkhusus lagi Islam, di arena publik. Seolah agama menjadi momok yang menakutkan dan penghalang bagi kemajuan dunianya. Selain dengan kebijakkan publiknya, ada semacam persepsi publik yang sengaja dibangun jika agama tidak lagi sejalan bahkan menjadi musuh bagi apa yang disebut dunia modern dan kemajuan.
Walaupun dalam prakteknya pada sisi ini juga terjadi prilaku double standard dan kemunafikan yang nyata. Di Prancis jilbab misalnya begitu dilihat menakutkan dan dianggap penghalang kemajuan dan peradaban. Tapi Prancis bangga sebagai negara dengan agama mayoritas Katolik. Simbol-simbol Katolisisme biasa saja dan tidak pernah dipersepsikan sebagai hal yang paradoksikal dengan kemajuan dan modernitas. Para biarawati bebas saja memakai pakaian keagamaan termasuk penutup rambut. Tapi ketika wanita-wanita Muslimah memakai hijab Prancis perlu mengkhawatirkannya.
Peperangan kepada agama dan moralitas itu kembali mencuak dengan nyata pada acara Olympiade kali ini. Bagaimana dalam acara pembukaan ada sebuah pertontonan yang sangat memalukan sekaligus merendahkan dan melecehkan agama. Walaupun secara khusus agama Katolik/Kristen dalam hal ini, Islam juga termasuk yang tergelitik dan pasti merasakan ketersinggungan itu.
Salah satu acara hiburan di acara pembukaan Olimpiade itu menampilkan sekelompok gay (homo/lesbian) membawakan lagu-lagu dengan menirukan peristiwa the Last Supper atau perjamuan terakhir Yesus bersama murid-muridnya (dalam keyakinan Kristiani). Hal ini menjadi sangat kontroversial dan menjadi perdebatan besar di kalangan agama-agama. Agama-agama Samawi khususnya Kristiani dan Islam dalam hal ini merasa dilecehkan karena Isa dan murid-muridnya (hawwariyun) yang kita muliakan ditampilkan dengan tampilan homoseksual.
Tapi sekali lagi, bagi saya pribadi dengan segala ketersinggungan yang saya rasakan, tidak terlalu terkejut. Karakter dan prilaku kemunafikan dan permusuhan kepada agama bukan hal asing dan baru di Dunia Barat. Tanpa mereka akui, walau disadari bahkan disengaja, mereka telah terjatuh ke dalam prilaku ekstremisme anti agama. Mungkin hal ini dapat disebut “secular extremism” yang ingin mendominasi dunia kita saat ini. Dan sesungguhnya jika kita merujuk kepada teori “clash among civilization” atau perbenturan peradaban inilah yang sedang terjadi.
Karenanya yang sedang terjadi bukan perbenturan antar agama. Tapi terjadi perbenturan antara agama dan nilai-nilai moralitas dengan tatanan dan nilai-nilai baru yang diakui modern oleh dunia Barat. Masalahnya memang ketika kita menyebut kata “agama” dan “moralitas” hanya Islamlah yang konsisten dengan prinsip-prinsipnya. Dan karenanya jangan heran jika pelecehan kepada Yesus di acara pembukaan Olympiade itu terasa dingin-dingin saja di kalangan umat lain.
Bayangkan jika yang dilecehkan itu adalah nabi Muhammad (SAW). Umat Islam di seluruh belahan dunia akan bereaksi. Sikap umat Islam itu bukan karena ekstremisme. Tapi karena “ghirah” pembelaan kepada prinsip beragama dan moralitas yang masih hidup. Terserah orang lain melabelnya. Tapi umat ini tak akan rela agama dan tatanan moralitasnya terinjak-injak oleh kecenderungan hawa nafsu manusia yang mengaku lebih beradab.
Dunia memang semakin gila. Karenanya Islam hadir untuk penyembuhan itu. Jangan heran jika lihat akhir-akhir ini kita lihat gelombang konversi ke agama Islam menjadi semakin tak terbendung. Islam akan menjadi agama dominan dunia, bukan dengan pedang dan senjata. Tapi dengan nilai-nilai kehidupan yang memang secara alami sejalan dengan tabiat dasar manusia (human nature).
Presiden Nusantara Foundation/NYHHC Chaplain at Bellevue Hospital.
Eksplorasi konten lain dari Mitra Sulawesi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.